JAKARTA - Pejuang anti-junta militer di Negara Bagian Chin, Myanmar, berusaha menguasai perbatasan dengan India, setelah berhasil mengambil alih dua pos militer di perbatasan pegunungan terpencil, kata seorang komandan senior kelompok tersebut.
Lusinan pejuang anti-junta bertempur melawan militer Myanmar dari fajar hingga senja pada Hari Senin untuk menyerbu dua kamp yang berbatasan dengan Negara Bagian Mizoram di India, sebagai bagian dari serangan yang lebih luas terhadap junta, kata Wakil Ketua Front Nasional Chin (CNF) Sui Khar.
Sekitar 80 pemberontak melancarkan serangan terhadap kamp militer Rihkhawdar dan Khawmawi di Chin sekitar pukul 4 pagi pada Hari Senin, dan akhirnya menguasai kedua pos terdepan tersebut setelah beberapa jam pertempuran, kata Sui Khar, melansir Reuters 14 November.
Setelah pertempuran tersebut, 43 tentara Myanmar menyerah kepada polisi India dan berlindung di Mizoram, kata pejabat polisi setempat Lalmalsawma Hnamte.
"Apakah mereka akan diundur atau tidak, kami menunggu instruksi lebih lanjut dari pemerintah pusat," katanya.
Sui Khar dan Organisasi Hak Asasi Manusia Chin mengatakan, mereka yakin beberapa tentara ini mungkin terlibat dalam kekejaman terhadap warga sipil.
Pemberontak Chin sekarang akan mengkonsolidasikan kendali mereka di sepanjang perbatasan India-Myanmar, di mana militer Myanmar memiliki dua kamp lagi, kata Sui Khar.
"Kami akan bergerak maju. Taktik kami adalah dari desa ke kota hingga ke ibu kota," jelasnya.
Negara Bagian Chin, yang sebagian besar wilayahnya damai selama bertahun-tahun, menyaksikan pertempuran sengit setelah kudeta tahun 2021 yang dilakukan oleh para pemimpin junta dengan ribuan penduduk mengangkat senjata, banyak dari mereka dibantu dan dilatih oleh CNF.
Pemberontakan Chin didukung oleh penduduk setempat di Mizoram, sebagian karena ikatan etnis yang erat, dan puluhan ribu orang dari Myanmar mencari perlindungan di negara bagian kecil di India, termasuk anggota parlemen negara bagian dan federal yang digulingkan.
Junta militer Myanmar menghadapi ujian terbesar mereka sejak mengambil alih kekuasaan melalui kudeta tahun 2021, setelah tiga kekuatan etnis minoritas melancarkan serangan terkoordinasi pada akhir Oktober, merebut beberapa kota dan pos militer.
Serangan tersebut, yang oleh pemberontak disebut sebagai "Operasi 1027" sesuai tanggal dimulainya, awalnya terjadi di wilayah yang dikuasai junta di perbatasan dengan Tiongkok di Negara Bagian Shan, di mana otoritas militer telah kehilangan kendali atas beberapa kota dan lebih dari 100 pos keamanan.
BACA JUGA:
"Kami melanjutkan serangan di Negara Bagian Shan bagian utara," kata Kyaw Naing, juru bicara Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar, yang ambil bagian dalam operasi tersebut.
Pertempuran juga terjadi di dua front baru minggu ini, di Negara Bagian Rakhine dan Chin di bagian barat, yang menyebabkan ribuan orang melarikan diri ke Mizoram.
Terpisah, Presiden Myanmar yang ditunjuk oleh militer pekan lalu mengatakan negaranya berisiko pecah karena respons yang tidak efektif terhadap pemberontakan, perlawanan paling signifikan sejak kudeta tahun 2021 yang menggulingkan pemerintahan peraih Nobel Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis.