Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Kejaksaan Negeri(Kejari) Bireuen, Provinsi Aceh menyatakan sudah memeriksa 58 saksi untuk tiga tersangka dugaan tindak pidana korupsi penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Bireuen pada Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Kota Juang.

"Sebanyak 58 orang sudah dimintai keterangan sebagai saksi untuk tiga tersangka dugaan tindak pidana korupsi penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Bireuen pada BPRS Kota Juang sebesar Rp1,5 miliar," kata Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Banda Aceh, Antara, Senin, 13 November. 

Sebelumnya, penyidik Kejari Bireuen menetapkan tiga orang sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Bireuen pada BPRS Kota Juang. Ketiga tersangka tersebut sudah ditahan di Rutan Kelas II Bireuen.

Ketiga tersangka yakni berinisial Z (54) selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Bireuen pada 2018 hingga 2022. Saat ditetapkan sebagai tersangka, Z menjabat Asisten III Sekretariat Daerah Kabupaten Bireuen.

Serta tersangka berinisial KH (56), selaku Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam Sekretariat Daerah Kabupaten Bireuen. Dan tersangka berinisial Y (54), selaku Direktur Utama PT BPRS Kota Juang.

Munawal Hadi mengatakan puluhan saksi yang sudah dimintai keterangan tersebut terdiri 28 orang dari jajaran Pemerintah Kabupaten Bireuen, lima orang dari Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireuen.

"Serta 10 orang dari PT BPRS Kota Juang dan 10 orang saksi dari kalangan debitur. Jumlah saksi yang diperiksa bisa bertambah, meningkatkan penyidik masih terus bekerja mengungkapkan kasus tersebut," katanya.

Munawal Hadi memaparkan dugaan tindak pidana korupsi tersebut berawal dari penyertaan modal kepada PT BPRS Kota Juang sebesar Rp1 miliar pada 2019 dan sebanyak Rp500 juta pada 2021. Dana penyertaan modal tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) Bireuen.

"Penyertaan modal tersebut sebagai bentuk investasi di badan usaha milik daerah. Namun, penyertaan modal tersebut tidak sesuai dengan aturan investasi pemerintah daerah yang diatur dalam peraturan Menteri Dalam Negeri," katanya.

Sedangkan perbuatan melawan hukum para tersangka, kata dia, menyetujui penyertaan modal serta mempermudah usulan pembiayaan, sehingga tidak sesuai dengan ketentuan perbankan syariah.

"Selain itu, diduga membuat pembiayaan fiktif untuk kelompok petani. Akibat perbuatan para tersangka, negara dirugikan mencapai Rp1 miliar lebih. Kerugian negara berdasarkan hasil audit Inspektorat Provinsi Aceh," kata Munawal Hadi.

Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1).

"Tim penyidik terus bekerja mengungkap kasus tersebut. Dalam perkembangan penanganan perkara ini, tidak tertutup kemungkinan tim penyidik menetapkan tersangka lainnya," kata Munawal Hadi.