Penyidik Polisi Kasus Kekerasan Anak Disabilitas Minta Imbalan, Keluarga Lapor Propam
Kuasa hukum korban FM, Mahar Tri Ramadani (kanan) menunjukkan bukti tangkap layar percakapan via WhatsApp dugaan pelanggaran etika anggota Polri kepada korban, (ANTARA)

Bagikan:

MAKASSAR - Tim Penasihat hukum anak korban penganiayaan berinisial GF (4) melaporkan anggota Polri inisial T ke divisi profesi dan pengamanan (propam) dan pengawas penyidikan (wassidik) atas dugaan pelanggaran kode etik kepada ibu GF berinisial FM (26) saat penyelidikan kasusnya.

"Sudah kami laporkan ke propam dan wassidik. Terkait dengan tindakannya, dalam proses penyelidikan, kami melaporkan ke wasidik. Terkait dengan etika kelembagaan, kami laporkan ke propam," ujar penasehat hukum korban Mahar Tri Ramadani dikutip ANTARA, Senin 13 November.

Ia menjelaskan, kasus tersebut terjadi saat anak korban GF yang anak berkebutuhan khusus berupa terlambat bicara dan hiperaktif, diduga dianiaya terapis pada salah satu yayasan terapi SLB di Jalan Tallasalapang, Makassar.

FM memasukkan anaknya di yayasan terapi SLB ABK tersebut sejak 2022. Namun, pada 13 April 2023 anak korban mengalami kelainan dan muntah-muntah. Saat dibawa ke rumah sakit, hasil pemeriksaan ditemukan sejumlah luka memar di tubuhnya.

FM melaporkan dugaan terjadinya penganiayaan ke kantor Polrestabes Makassar dengan registrasi laporan STBL/783/IV/2023/POLDA SULSEL/RESTABES MKSR, pada Sabtu 15 April 2023 dan kasus itu ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).

Selama proses penyelidikan yang berlangsung selama tujuh bulan, penyidik dalam kasus ini berinisial T diduga sering meminta sesuatu kepada ibu korban dengan dalih mempercepat proses penyelidikan dan berjanji memberikan informasi perkembangan kasus itu.

"Jadi persoalan itu etikanya. Dia selalu mengajak secara berdua bahkan terkadang meminta sesuatu," katanya.

Ia memberikan contoh, minta dibayarkan cukur rambut, meminta uang bensin hingga dibelikan pizza. Buktinya, ada beberapa percakapan di media sosial WhatsApp yang di simpan sebagai barang bukti.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Unit PPA Polrestabes Makassar Inspektur Satu (Iptu) Syahuddin Rahman kepada wartawan membenarkan telah menerima laporan pada April lalu, kemudian melakukan serangkaian penyelidikan hingga menaikkan status ke penyidikan.

Rahman juga menyebut, gelar perkara sudah dilakukan pertama dan secara khusus termasuk memeriksa belasan terapis, saksi ahli, menghadirkan pelapor, pengawas penyidikan, ada Paminal, Propam, Kabiro hukum, dan Siwas.

Mengenai dugaan pelanggaran etik oleh oknum penyidik yang meminta imbalan kepada ibu korban, Syahuddin menepisnya. Dia menyatakan, Unit PPA Satreskrim Polrestabes Makassar telah menjalankan tugasnya secara profesional dan transparan.

"Kami tidak pernah melakukan permintaan seperti itu. Selama menerima laporan ini, kami profesional, transparan, dan selalu menyampaikan seluruh rangkaian penyelidikan atau SP2HP kepada pelapor," tegasnya.