Bagikan:

JAKARTA - Komisi I DPR telah mengagendakan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon tunggal panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Senin 13 November.

Nama Agus Subiyanto diajukan oleh Presiden Joko Widodo sebagai calon pengganti Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono yang akan segera pensiun pada akhir bulan November 2023.

Anggota Komisi I DPR fraksi PDI Perjuangan TB Hasanuddin dalam keteranganya menuturkan, Fit and proper test calon panglima TNI akan digelar oleh komisi I DPR secara terbuka.

Nantinya, calon panglima TNI akan memaparkan visi dan misi jika menjabat sebagai panglima TNI.

Menyikapi hal tersebut, Direktur Imparsial Gufron Mabruri yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis meminta DPR memastikan netralitas TNI dalam Pemilu 2024.

"DPR harus selidiki dugaan adanya political interest di balik penunjukan Kasad sebagai calon tunggal panglima TNI, pastikan netralitas TNI dalam Pemilu 2024," kata Gufron, Minggu 12 November.

Menurut Gufron, pergantian panglima TNI akan mempengaruhi wajah dan dinamika perjalanan TNI ke depan, khususnya di tengah penyelenggaraan Pemilu 2024,  

Gurfon menegaskan, DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat memiliki mandat politik untuk melakukan kontrol, sehingga tidak boleh menjadikan uji kelayakan dan kepatutan sebatas proses politik yang bersifat formalitas.

Bahkan, lanjutnya, DPR sejatinya dapat menggunakan haknya untuk tidak menyetujui dan menolak jika ditemukan adanya persoalan serius dari calon panglima TNI yang diusulkan dan meminta presiden untuk mengajukan kembali nama calon yang baru sebagai penggantinya.

Hal ini menjadi penting terutama untuk memastikan tidak ada keterlibatan TNI di semua level, baik langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan politik praktis, termasuk TNI diperalat oleh elit kekuasaan untuk tujuan pemenangan kandidat tertentu dalam kontestasi politik elektoral.

"Ketidaknetralan dan keterlibatan TNI dalam pemilu menjadi berbahaya, sebab tidak hanya mengancam kebebasan dalam pemilu, tetapi juga merusak agenda reformasi 1998 yang mengharuskan TNI untuk netral dan tidak terlibat dalam berbagai bentuk kegiatan politik praktis," lanjutnya.  

Menurut Gufron, proses pergantian panglima TNI dalam suasana kontestasi politik ini sudah seyogyanya bebas dari kepentingan yang pragmatis-politik. Presiden dan DPR harus menghindari dan meninggalkan pola pragmatis-politis dalam pergantian Panglima TNI, seperti mempertimbangkan unsur kedekatan dengan lingkaran kekuasaan, kepentingan kelompok, dan keuntungan politik.

"Pola pergantian yang berbasis pada pragmatis-politis menjadi berbahaya, karena selain menjadikan TNI rentan dipolitisasi juga menggerus profesionalitas, merusak soliditas internal TNI, dan memundurkan agenda reformasi TNI," pungkasnya.