JAKARTA – Bangsa Indonesia disebut akan kehilangan ruh politik yang berkeadilan usai Gibran Rakabuming Raka maju sebagai bakal calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Menurut pengamat politik dari Exposit Strategic, Arif Sutanto, bila pencalonan Gibran diteruskan maka Indonesia akan kembali terjebak pada gaya politik lama, dimana nepotisme dianggap normal dan pelanggaran etika dianggap bisa diterima sejauh tidak melanggar hukum
“Nanti lama-lama politik dan hukum kita terjebak pada formalisme dan kalau itu terjadi, negara ini kehilangan ruh politik yang berkeadilan,” ujar Arif dalam keterangannya, Minggu 12 November.
Selain itu, majunya Gibran dikhawatirkan berpotensi memengaruhi netralitas lembaga negara. Arif mengungkapkan, potensi itu tidak harus disengaja (by intention), tetapi secara tidak langsung.
BACA JUGA:
Sebab, tidak menutup kemungkinan ada orang-orang yang bekerja di instansi pemerintah mengidolakan Jokowi dan kemudian merasa bahwa membantu Jokowi adalah sesuai dengan keinginan dia.
“Problemnya, kalau itu dilakukan maka bukan tidak mungkin mulai dari netralitas birokrasi, netralitas TNI- Polri itu bisa terganggu,” tambah Arif.
Dia menegaskan, hal itu sebenarnya bisa dihindari bila Jokowi bersikap sebagai negarawan dan mau menghindari potensi konflik kepentingan. Majunya Gibran menjadi bakal cawapres ketika Jokowi masih menjabat sebagai presiden melanggar keutamaan.
Menurut dia, ada perbedaan antara tuntutan kepantasan bagi rakyat biasa dan keutamaan bagi para pemimpin seperti Presiden Jokowi. “Terhadap pemimpin itu tuntutannya lebih dari sekadar kepantasan, yaitu keutamaan. Termasuk dalam keutamaan adalah kalau para pemimpin bersedia menghindari sesuatu yang punya potensi konflik kepentingan,” kata Arif.