Bagikan:

JAKARTA - Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga menanggapi imbauan Presiden Joko Widodo yang mewanti-wanti agar tidak boleh ada intervensi dalam Pilpres 2024. 

Jamiluddin menilai, Jokowi juga harus membuktikan ucapannya agar tidak terkesan sebagai sekedar imbauan belaka. Terlebih dengan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman terkait putusan batas minimal usia capres dan cawapres.

“Permintaan presiden yang cenderung imbauan itu tidak cukup. Namanya imbauan tentu tidak memiliki kekuatan yang mengikat untuk memaksa semua penyelenggara dan pihak-pihak terkait untuk tidak mengintervensi pemilu,” ujar Jamiluddin kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 9 November. 

Menurut Jamiluddin, presiden harus konkret dengan menerbitkan payung hukum yang akan menjadi pegangan dan pedoman bagi seluruh alat negara untuk bersikap netral dalam Pemilu 2024.

“Presiden harus tegas dengan mengeluarkan instruksi ke semua pihak yang berpotensi mengintervensi pemilu. Instruksi itu seyogyanya diikuti sanksi yang berat bagi pihak-pihak yang mengabaikan instruksi presiden,” katanya.

Jamiluddin lantas menyoroti beberapa lembaga khusus berkenaan isu netralitas pemerintah, seperti BIN, TNI, Polri, kementerian, lembaga kepresidenan, dan pemerintah daerah. 

Lembaga tersebut menurutnya, perlu mendapat perhatian khusus untuk memperoleh instruksi dari presiden agar tetap netral karena berpotensi terjadi penyalahgunaan untuk mengintervensi pemilu, khususnya KPU dan Bawaslu.

“Kalau semua lembaga tersebut mendapat instruksi dari presiden, setidaknya mereka akan berpikir panjang untuk mengintervensi pemilu. Apalagi kalau sanksinya diberikan secara tegas dan berat kepada mereka yang melakukan pelanggaran,” ucapnya.

Selain lembaga-lembaga pemerintah, Jamiluddin menilai, penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu juga harus menjaga netralitas. Sebab, kata dia, bukan rahasia lagi bila KPU dan Bawaslu masih ada yang bermain mata dengan peserta pemilu. 

Karena itu, lanjutnya, presiden harus memastikan KPU dan Bawaslu tetap taat asas melaksanakan tugas dan fungsinya. Dengan begitu, KPU dan Bawaslu di semua tingkatan tidak ada lagi yang tergoda dengan ajakan peserta pemilu untuk melakukan tindakan penyimpangan yang tidak netral.

"Jadi, presiden tidak cukup menghimbau kepada pihak-pihak terkait untuk tidak mengintervensi pemilu. Presiden harus mengeluarkan instruksi dengan sanksi tegas kepada semua lembaga terkait yang potensial mengintervensi pemilu. Hanya dengan begitu, intervensi terhadap pemilu dapat diminimalkan,” pungkas Jamiluddin Ritonga. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mewanti-wanti agar tidak boleh ada intervensi dalam Pilpres 2024. Ia pun mengaku heran dengan banyaknya tudingan pemerintah ingin mengintervensi proses demokrasi tersebut. 

 

Menurut Jokowi, dalam skala pemilu tahun depan yang sangat besar dan demokratis akan sangat sulit untuk melakukan intervensi karena banyak elemen masyarakat dan aparat yang mengawasi dengan sangat ketat.

"Banyak yang menyampaikan bahwa pemilu kita gampang diintervensi, diintervensi dari mana? Di setiap TPS (tempat pemungutan suara -red) itu ada saksi partai-partai. Belum juga aparat yang ada di dekat TPS. Artinya apa? Pemilu ini pemilu yang sangat terbuka, bisa diawasi oleh siapa saja, oleh masyarakat, media dan lain-lain. Jadi, jangan ada yang mencoba-coba untuk mengintervensi, karena jelas sangat sulit,” kata Jokowi dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Penyelenggara Pemilu, di Jakarta, Rabu, 8 November.

Jokowi juga meminta kepada penyelenggara pemilu, yakni Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk bisa mengawasi dengan ketat kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam Pemilu 2024, dengan memanfaatkan teknologi serta saran dan kritik dari berbagai elemen masyarakat.