JAKARTA – Tingkat elektabilitas calon presiden (capres) dan calon wapres (cawapres) yang belakangan sering dipublikasikan lembaga-lembaga survei dianggap tidak bisa menjadi tolok ukur menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Menurut pengamat politik dari Universitas Airlangga, Siti Aminah, hasil survei terkait elektabilitas capres-cawapres tidak bisa menjadi patokan untuk menyimpulkan seorang calon lebih unggul dan layak dipilih.
Sebab, tidak jarang hasil survei terkait elektabilitas dijadikan calon tertentu untuk mengecilkan hati dari pesaingnya.
“Elektabilitas dari survei-survei sering digunakan untuk menutupi prasangka halus dengan mengecilkan hati kandidat yang tampil berbeda dari kandidat yang,” ujar Aminah.
BACA JUGA:
Dia juga menilai, faktor elektabilitas tak jarang disalahgunakan untuk memanipulasi atau mengacaukan pilihan calon pemilih.
Pasalnya, masih banyak konstituen atau calon pemilih yang berasumsi bahwa bila hasil survei elektabilitas salah satu calon tinggi, maka lebih layak dipilih dibanding kompetitornya.
“Dapat dianalogikan bahwa capres-cawapres dengan elektabilitas tinggi mengklaim dirinya lebih unggul daripada lainnya dalam hal kebaikan, kreativitas, atau memproduksi janji-janji politik dalam kampanye,” tutup Aminah