Bagikan:

BANDA ACEH - Penyidik Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya memeriksa eks Gubernur Aceh Irwandi Yusuf terkait pengusutan dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan tanah negara untuk perkebunan sawit secara ilegal.

Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Aceh Ali Rasab Lubis mengatakan Irwandi Yusuf diperiksa sebagai saksi

"Pemeriksaan terkait proses perizinan perusahaan perkebunan sawit PT CA pada 2007. Pada saat itu, Irwandi Yusuf jabat sebagai Gubernur Aceh," kata Ali Rasab Lubis dilansir ANTARA, Kamis, 2 November.

Dia menyebutkan eks Gubernur Aceh itu diperiksa di ruang pemeriksaan Kejaksaan Tinggi Aceh di Banda Aceh. Penyidik menanyakan 35 pertanyaan terkait izin usaha perkebunan PT CA pada 2007.

"Dalam kasus ini, penyidik juga memintai keterangan saksi lebih dari 100 orang. Penanganan kasus ini sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Namun, penyidik belum menetapkan tersangkanya," katanya.

Ia mengatakan penyidik terus bekerja menemukan alat dan barang bukti. Termasuk menggandeng pihak auditor guna menghitung kerugian negara serta perekonomian negara.

"Untuk kerugian negara, masih dalam perhitungan auditor yang ditunjuk. Sedangkan estimasi kerugian dari perekonomian negara lebih dari Rp1 triliun," kata Ali Rasab Lubis.

Berdasarkan hasil penyidikan awal, indikasi kerugian negara berasal dari keuntungan hasil penjualan tandan buah segar (TBS) sawit secara ilegal di atas tanah negara dengan luas 4.847,18 hektare.

Padahal, pengelolaan lahan tersebut hanya didasarkan pada rekomendasi Panitia B dan Pelaksana Tugas Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam pada 1990. Hanya berdasarkan rekomendasi tersebut, PT CA dengan leluasa mengelola tanah negara untuk perkebunan sawit.

Ali Rasab mengatakan PT CA juga merupakan pemilih hak guna usaha (HGU) dengan izin dikeluarkan pada 1990. Luas HGU yang dikelola perusahaan tersebut mencapai 7.516 hektare.

"Namun dalam pengelolaannya, PT CA tidak melaksanakan kewajiban menjaga kelestarian lingkungan sumber daya alam serta melaksanakan kewajiban membangun kebun plasma, sehingga menimbulkan kerugian perekonomian negara," kata Ali Rasab Lubis.