Bagikan:

BANDA ACEH - Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menyita sejumlah dokumen dari perusahaan perkebunan terkait pengusutan dugaan tindak pidana korupsi sebanyak Rp184 miliar di Kabupaten Aceh Barat Daya.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Ali Rasab Lubis mengatakan dokumen yang disita tersebut milik PT Cemerlang Abadi. Dokumen tersebut disita untuk kepentingan penyidikan.

"Dokumen yang disita tersebut berupa kegiatan dan keuangan PT Cemerlang Abadi. Dokumen tersebut disita untuk pembuktian dugaan tindak pidana perkebunan sawit dengan kerugian negara mencapai Rp184 miliar," katanya dilansir ANTARA, Jumat, 19 Mei.

Dia mengatakan dokumen tersebut disita dalam penggeledahan di kantor perusahaan PT Cemerlang Abadi di Cot Seumantok, Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya. Serta di rumah asisten perkebunan perusahaan di Pante Rakyat, Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya.

"Kasus dugaan korupsi ini sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Kasus ini ditangani Tim Penyidik Kejati Aceh dan Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya. Kendati sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan, sampai saat ini penyidik belum menetapkan tersangka," kata dia.

Sebelumnya penyidik Kejati Aceh menemukan indikasi kerugian negara dari pengelola tanah negara untuk perkebunan sawit secara ilegal oleh perusahaan tersebut dengan nilai mencapai Rp184 miliar.

"Temuan indikasi kerugian negara Rp184 miliar diungkapkan tim jaksa dalam ekspose perkara di Kejaksaan Tinggi Aceh. Dalam ekspose tersebut, tim penyelidik menemukan kerugian negara dari pengelola tanah negara untuk perkebunan sawit tanpa izin mencapai Rp184 miliar," papar dia.

Dia mengatakan indikasi kerugian negara Rp184 miliar tersebut berasal dari keuntungan hasil penjualan tandan buah segar (TBS) sawit secara ilegal di atas tanah negara dengan luas 4.847,18 hektare.

Padahal, katanya, pengelolaan lahan tersebut hanya didasarkan pada rekomendasi Panitia B dan Pelaksana Tugas Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam pada 1990. Hanya berdasarkan rekomendasi tersebut, perusahaan dengan leluasa mengelola tanah negara untuk perkebunan sawit.

Ali Rasab mengatakan PT Cemerlang Abadi merupakan pemilik hak guna usaha (HGU) dengan izin dikeluarkan pada 1990. Luas HGU yang dikelola perusahaan tersebut mencapai 7.516 hektare.

Namun dalam pengelolaannya, katanya, perusahaan perkebunan tersebut tidak melaksanakan kewajiban menjaga kelestarian lingkungan sumber daya alam serta melaksanakan kewajiban membangun kebun plasma.

"Akibatnya, menimbulkan kerugian perekonomian negara mencapai Rp10,17 triliun lebih. Kerugian perekonomian negara tersebut diungkapkan Tim Penyelidik Kejat Aceh," ujar dia.