JATENG - Calon perangkat desa (perades) di Kudus menggugat perwakilan kelompok atau class action atas surat larangan pelantikan terhadap mereka yang diterbitkan Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermades) Kudus, Djati Solechah.
Budi Supriyanto, kuasa hukum calon parades yang tergabung dalam Gabungan Perangkat Desa Peraih Rangking Satu (Garank Satu) mengatakan kliennya menuntut Djati Solechah sebesar Rp1,39 miliar.
"Gugatan yang diajukan klien kami yang merupakan calon perangkat desa peraih rangking (peringkat) satu yang belum dilantik diajukan ke PN Kudus pada tanggal 19 Oktober 2023," kata Budi di Kudus, Jawa Tengah (Jateng), Senin 30 Oktober, disitat Antara.
Menurut dia, perbuatan Djati Solechah melalui surat edaran yang memerintahkan kepala desa tidak melantik peserta seleksi perangkat desa peraih rangking satu mengakibatkan adanya kerugian materiel dan immateriel.
Dalam catatanya, ada 143 calon perangkat desa yang belum dilantik setelah hasilnya mereka mendapatkan rangking satu dalam seleksi.
Surat edaran yang diterbitkan Djati Solechah agar tidak melantik peserta seleksi perangkat desa, kata Budi, ternyata tanpa seizin bupati.
Sementara itu, seleksi perangkat desa itu mengacu pada surat keputusan bupati sehingga bila tanpa seizin bupati tentunya tidak sesuai dengan Undang-Undang ASN.
"Karena atas tindakan pribadi tersebut, digugat secara pribadi. Karena perbuatannya mengeluarkan surat edaran pada tanggal 11 September 2023 tersebut mengakibatkan tidak ada kepala desa yang dilantik," ujarnya.
Selain gugatan class action (gugatan perwakilan kelompok), pihaknya juga menyiapkan upaya hukum lainnya ketika tuntutan mereka untuk dilantik belum juga terealisasi.
Apalagi, kata dia, dalam pelaksanaan seleksi perangkat desa membutuhkan anggaran sehingga dana yang bersumber dari APBDes harus dipertanggungjawabkan.
BACA JUGA:
Sebelumnya, ada surat perjanjian dengan pihak pelaksana seleksi perangkat desa sehingga hasil kegiatannya harus dilaksanakan. Kalau tidak dilaksanakan, menurut dia, terjadi kerugian negara.
Koordinator Garank Satu Intan Permata Dewi mengungkapkan nilai gugatan tersebut berdasarkan gaji yang seharusnya mereka terima berdasarkan upah minimum regional (UMR) paling rendah sebesar Rp2,4 juta dikalikan 3 bulan sejak SK Bupati Kudus.
Intan menegaskan bahwa pihaknya hanya menuntut haknya atas kewajiban yang dilaksanakan dengan mengikuti ujian seleksi. Seharusnya, menurut dia, pelantikan dengan dasar surat keputusan bupati dengan jadwal pelantikan pada tanggal 31 Maret 2023.
Akan tetapi, kata dia, hingga Oktober 2023 belum dilaksanakan. Padahal, SK bupati merupakan keputusan bersifat individual konkret dan final.
"Meskipun ada gugatan, tetap tidak bisa menghalangi adanya pelantikan. Bahwa ini langkah pertama gugatan perdata. Nantinya, akan ada upaya hukum lagi melalui jalur pidana khusus dan umum," ujarnya.
Sebelumnya, pihaknya bersama teman-temannya sudah berupaya melakukan dialog dengan berbagai pihak, termasuk beraudiensi dengan kepala desa dan camat. Namun, belum juga ada titik temu hingga akhirnya ditempuh upaya hukum.