JAKARTA - Hujan lebat yang melanda DKI Jakarta dan sekitarnya pada malam tahun baru 2020 menimbulkan banjir di sejumlah wilayah. Warganet beramai-ramai membicarakan bencana ini di media sosial, khususnya Twitter, dengan cara mengunggah video dan gambar lucu (meme). Tak ayal, sebagian di antaranya menjadi viral.
Saya menjadi salah satu warganet yang ikut mengunggah gambar lucu ketika banjir. Berawal dari sebuah keisengan karena harus bangun sekitar pukul 03.00 WIB untuk menyelamatkan barang dari banjir yang masuk ke rumah, saya mengabadikan foto sandal berwarna merah yang mengapung di ruang tamu dan mengolase foto itu dengan gambar floating breakfast yang biasa tersedia di hotel.
Foto itu saya unggah di Twitter pribadi saya @tsatsiaaa dan hasilnya, ada 5.219 retweet serta 7.504 like. Padahal, ketika mengunggah foto tersebut yang ada di pikiran saya ketika itu adalah rasa kesal karena baru kali ini saya dan keluarga yang tinggal di wilayah Bekasi Barat, Jawa Barat mengalami bencana banjir.
Ngapain ke Bali kalau floating breakfast juga bisa di ruang tamu? pic.twitter.com/rMfQ101Dax
— TSATSIA (@tsatsiaaa) December 31, 2019
Bukan hanya saya, sebuah akun Twitter lainnya yaitu @wowadit juga mengunggah sebuah video yang dia ditemukan di WhatsApp Group. Video ini menggunakan theme song dari Dunia Fantasi (Dufan) dan menggambarkan banjir di awal tahun 2020 bak wahana wisata baru yang menyenangkan di Jakarta.
Ya Alloh ini siapa si yg bikin? sempet banget waktunya 😂
ini gue dapat dari grup wa. bukan gue yg bikin. gak gue watermark seolah-olah gue sumbernya. pic.twitter.com/CjVv5ccUtX
— 📷📹🎶🐱🐳🌊♒️🇮🇩 (@wowadit) January 2, 2020
Fenomena foto dan video lucu ini, mungkin bisa saja menghibur banyak pengguna sosial media dari berbagai platform. Tapi, menurut sosiolog dari UIN Syarif Hidayatullah Tantan Hermansyah, berbagai unggahan meme atau video parodi itu bukan hanya hiburan semata melainkan bentuk kritik terhadap semua pihak yang bertanggung jawab terhadap banjir di DKI Jakarta dan sekitarnya.
"Jika kita melihat meme yang ada, sebenarnya kritik tidak hanya diarahkan untuk pemerintah daerah (Pemda) semata. Meme itu tidak pernah satu arah dan kadang tidak bisa distrukturisasi sesuai kehendak subjek," kata Tantan saat dihubungi wartawan VOI lewat pesan singkat, Senin, 6 Januari.
Bagi Tantan, meme atau video lucu berupa parodi bisa hadir karena keresahan masyarakat terkait satu isu. Misalnya, isu banjir di Jakarta dan sekitarnya akibat hujan deras selama belasan jam.
"Dalam konteks yang lebih sosiologis, meme hadir sebagai nalar publik. Pada kasus banjir tentu saja isu yang diangkat akan menyesuaikan dengan kebutuhannya," ungkap Tantan sambil mengatakan siapapun yang melihat gambar lucu maupun video parodi itu tidak boleh baper atau terbawa perasaan agar tak tersinggung.
Gugatan class action untuk tuntut ganti rugi
Jika tak puas hanya dengan mengunggah meme atau video parodi untuk sampaikan kritik pada pihak terkait, mungkin masyarakat yang terdampak banjir bisa mengajukan gugatan class action seperti anjuran pengacara Hotman Paris.
Lewat akun Instagram-nya, praktisi hukum ini mengatakan masyarakat bisa melakukan gugatan class action dengan dibantu oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang ada di Jakarta.
"Kepada seluruh LBH, Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia, kalau benar anda LBH, cepat ajukan gugatan class action," kata Hotman dalam video yang diunggah ke akun Instagram @hotmanparisofficial yang diambil saat dirinya baru saja mendarat dari Bali.
Menurut praktisi hukum ini, gugatan class action korban banjir juga kerap dilakukan oleh banyak masyarakat dari negara barat saat terkena banjir. Gugatan semacam ini, kata dia, bisa dilakukan untuk menuntut ganti rugi.
Berkaca dari kejadian banjir yang melanda DKI Jakarta dan sekitarnya, Hotman bilang, gugatan class action ini sebenarnya sudah memenuhi syarat.
"Saya melihat telah memenuhi syarat semuanya untuk gugat class action. Ok, halo LBH, jangan dipakai LBH hanya untuk loncatan karier karena Anda belum dapat pekerjaan," ungkap Hotman.
Diberitakan sebelumnya, hujan deras sejak 31 Desember hingga 1 Januari menyebabkan banjir dengan ketinggian bervariasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Akibat bencana banjir tersebut, ribuan orang harus mengungsi di posko-posko pengungsian.
Selain ribuan orang harus mengungsi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 60 orang yang meninggal akibat banjir dan longsor di Jabodetabek, Banten, dan Jawa Barat. Dari jumlah itu, dua di antaranya masih hilang dan belum diketahui kabarnya.
"Jumlah korban per tanggal 4 Januari 2020, pukul 18.00 WIB, sebanyak 60 orang meninggal dan dua orang hilang," ungkap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo dari keterangan tertulis, Minggu, 5 Januari sambil menambahkan data ini diambil dari data BPBD, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Sosial.
Sedangkan untuk jumlah pengungsi, Agus mengatakan, saat ini jumlahnya sudah mulai mengalami penurunan. "Pengungsi di beberapa wilayah mengalami penurunan, karena kembali ke rumahnya masing-masing," tutupnya.