Kejari Dalami Temuan BPK soal Utang RSUD Sumbawa Rp70,2 M saat Dipimpin Terdakwa Korupsi BLUD
Kantor Kejari Sumbawa. ANTARAHO-Kejari Sumbawa

Bagikan:

NTB - Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumbawa mendalami temuan Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan (BPK) Nusa Tenggara Barat (NTB) terkait adanya utang Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumbawa senilai Rp70,2 miliar pada periode 2021-2022.

"Jadi, LHP (laporan hasil pemeriksaan) BPK terkait utang itu sudah di tangan kami, sekarang dalam proses pendalaman," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Sumbawa Indra Zulkarnaen, di Mataram, NTB, Kamis 26 Oktober, disitat Antara.

Pendalaman temuan BPK tersebut, kata dia, mulai mengarah pada pengumpulan data dan bahan keterangan dari para pihak yang mengetahui dan terlibat dalam pengelolaan anggaran pada RSUD Sumbawa.

Dia mengungkapkan dalam LHP BPK NTB telah meminta agar pejabat pembuat komitmen (PPK) yang bertugas mengelola anggaran pada RSUD Sumbawa bertanggung jawab terhadap munculnya utang tersebut.

Indra menyebut PPK pada periode dua tahun terakhir tersebut, yakni dr. Dede Hasan Basri yang menduduki jabatan sebagai Direktur RSUD Sumbawa.

Dede juga terungkap menjadi terdakwa perkara dugaan korupsi pada pengelolaan dana badan layanan umum daerah (BLUD) pada RSUD Sumbawa tahun 2022.

Pada sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Rabu 25 Oktober, juga terungkap utang RSUD Sumbawa dari kesaksian dr. Nieta Ariyani pengganti dr. Dede Hasan Basri sebagai Direktur RSUD Sumbawa sejak pelantikan pada 14 Februari 2023.

Nieta menyampaikan di hadapan majelis hakim bahwa dirinya mengetahui adanya utang Rp70,2 miliar itu dari hasil rekonsiliasi BPK NTB bersama Inspektorat NTB.

Dalam persidangan itu, dr. Dede, Nieta menguraikan tentang utang tersebut, yakni ada yang muncul dari kontrak kerja dengan sejumlah perusahaan pengadaan barang rumah sakit dan pengelolaan jasa pelayanan kesehatan.

Terkait