Bagikan:

JAKARTA - Janji manis tersiar dari mulut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Gedung DPR RI kemarin. Anies berjanji akan memperbaiki proses komunikasi dengan seniman Taman Ismail Marzuki (TIM). Selain itu, Anies juga berjanji tak akan melakukan komersialisasi TIM.

Penyebab Anies sampai perlu berjanji di hadapan anggota Komisi X DPR RI karena buruknya komunikasi antara jajaran Pemprov DKI dengan seniman dalam membahas revitalisasi TIM. 

Para seniman yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki (FSPTIM) mengadu ke DPR bahwa mereka tak dilibatkan dan diajak berdialog dalam merencanakan pembangunan revitalisasi TIM. Oleh karenanya, DPR meminta polemik tersebut diperbaiki.

"Insyaallah kita akan intensifkan lagi komunikasi. Menyangkut pelibatan channel-nya, kami menggunakan institusi yang jelas, yakni Dewan Kesenian Jakarta, sehingga kita tahu, kita tahu dengan siapa harus berinteraksi," tutur Anies, Kamis, 27 Februari. 

Anies menjamin JakPro selaku BUMD penggarap revitalisasi TIM tak akan mengomersialisasi kawasan TIM. Sebab, pengelola konten kesenian yang digelar di kawasan TIM dipegang oleh lembaga kurator DKJ.

Menurut Anies, meski berbentuk perusahaan, JakPro sebagai BUMD mendapat tugas pembangunan fasilitas untuk kepentingan daerah, bukan semata-mata mencari keuntungan.

Alasan lain penunjukan JakPro sebagai pengelola sarana di TIM karena sebuah perusahaan bekerja lebih fleksibel dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yakni Dinas Kebudayaan saat melakukan kerja sama dengan pihak swasta.

"Jakpro mengelola infrastrukturnya karena tidak punya kompetensi dan track record di bidang kesenian. Kalau aktivitas kesenian, kontennya adalah di DKJ dan Dinas Kebudayaan," ucap Anies. 

Anti-mulut-manis Anies

Segala janji Anies yang ia tuturkan memang membawa angin segar. Namun, ternyata FSPTIM tak begitu saja terbuai dengan pernyataan Anies tak akan mengomersialisasikan kawasan TIM.

Juru Bicara FSPTIM, Noorca Massardi menganggap tetap akan ada proyeksi keuntungan yang digali dari JakPro. Sebab, dalam Peraturan Gubernur DKI Nomor 63 Tahun 2019, Anies menugaskan JakPro mengelola prasarana dan sarana di TIM setelah direvitalisasi. 

Sudah pasti, menurut dia, JakPro membutuhkan biaya besar untuk menggantikan penyertaan modal daerah (PMD) yang telah dikeluarkan dari pembangunan revitalisasi hingga biaya perawatan fasilitas di TIM agar dikembalikan ke kas daerah. 

Dikhawatirkan, JakPro akan mengambil keuntungan dengan menaikkan harga sewa gedung pementasan Graha Bhakti Budaya (GBB) setelah direvitalisasi serta besarnya biaya penginapan Wisma Seni yang akan dibuat. 

"Janji itu kan hanya omongan saja. Semua kata-kata belum tentu bisa dipertanggungjawabkan. Padahal, Pergub 63 jelas-jelas menyatakan JakPro mengelola area komersial selama 28 tahun. Mustahil JakPro tidak mencari untung," kata Noorca kepada VOI

"Makanya, Pergub itu harus dicabut dulu. Kami. Merasa TIM tidak bisa dikelola oleh badan usaha. Harus dibentuk lembaga lain yang bersifat badan layanan publik nonprofit sebagai pengelola sarana TIM," lanjut dia. 

Rencana revitalisasi TIM (Istimewa)

Soal janji perbaikan proses dialog perencanaan revitalisasi antar Anies dengan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), menurut Noorca, masih pepesan kosong. Faktanya, Anies tak memasukkan perwakilan DKJ dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1018 Tahun 2018 mengenai tim revitalisasi. 

Awalnya, DKJ telah mengirim nama sebagai perwakilan pembahasan revitalisasi. Nama perwakilan DKJ yang dikirim ada tiga orang. Namun, nama yang dikirim DKJ ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ternyata dicoret. Sehingga, DKJ dieliminasi dalam wilayah diskusi revitalisasi. Mereka hanya menerima informasi perencanaan yang telah disusun. 

Maka, dalam Kepgub tersebut, hanya ada lima orang seniman yang tercatat sebagai perwakilan dalam revitalisasi TIM. Mereka adalah Arie Batubara, Arsono, Hidayat LDP, Yusuf Susilo Hartono, serta Mohammad Chozin. 

Oleh karenanya, jika Anies ingin memperbaiki proses komunikasi dengan melibatkan DKJ, Noorca meminta Anies mematenkan janjinya dengan keputusan yang diundangkan atau merevisi Kepgub 1018 Tahun 2018. 

"Kami minta pernyataan itu dituangkan dalam pernyataan tertulis dengan hitam di atas putih, entah itu berbentuk peraturan atau keputusan, agar bisa dipertanggungjawabkan," tutur Noorca. 

Sebagai informasi, mulanya penolakan ini lantang disuarakan beberapa pegiat seni pada diskusi bertajuk "PKJ-TIM Mau Dibawa ke Mana?" yang digelar di Pusat Dokumentasi HB Jassin, TIM, pada Rabu, 20 November  2019. Dalam diskusi tersebut, sejumlah seniman menolak komersialisasi dalam revitalisasi TIM. 

Saat ini, revitalisasi TIM tetap berjalan. Progres revitalisasi TIM sudah masuk pada pembangunan tahap 2, yakni revitalisasi gedung Graha Bakti Budaya (GBB) yang mulai dilakukan pembongkaran. Gedung GBB akan dibangun kembali dengan rancangan desain modern. 

Sementara, pembangunan tahap 1 yang dimulai lebih dulu masih terus berjalan. Pembangunan tersebut meliputi perbaikan gedung parkir, Masjid Amir Hamzah, gedung perpustakaan, Pusat Dokumentasi Sastra HB. Jassin, selasar publik, galeri seni, area ruliner, kios retail, dan wisma seni.