JAKARTA - Perundungan masalah DKI yang dihadapi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan serta jajaran Pemprov DKI turut membuat pusing anggota DPRD DKI. Hal ini diakui oleh Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi.
Misalnya, saat polemik penebangan 191 pohon dalam revitalisasi Monumen Nasional (Monas), Prasetio sampai pusing kepala. Padahal, saat pembahasan anggaran sebelumnya, jajaran Pemprov DKI menyebut pohon hanya dipindahkan, bukan ditebang.
Belum lagi soal terkuaknya pembangunan revitalisasi sisi selatan Monas yang sebelumnya tidak memiliki izin dari Komisi Pengarah Kawasan Medan Merdeka, yakni Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno selaku ketua.
Meskipun, pada akhirnya Anies mengurus dan mendapatkan surat perizinan, serta menjamin pohon yang ditebang akan ditanam kembali, anggota fraksi PDIP tersebut tetap mempersoalkan minimnya koordinasi.
"Soal kejadian revitalisasi yang sempat tanpa persetujuan Setneg, ini kan mereka berarti jalan sendiri. Padahal, harusnya saling koordinasi ke pemerintah pusat. Kita (DPRD) juga mesti diajak bicara," ucap Prasetio, Rabu, 19 Februari.
Padahal, kata Prasetio, DPRD mesti diajak bicara terlebih dahulu. Sebab, parlemen DKI ini pemegang keputusan soal pengajuan anggaran segala kebijakan Pemprov DKI. Jika bermasalah, DPRD tak segan membekukan anggaran yang diajukan dalam pembahasan APBD.
"Kalau dia (Anies) punya uang (anggaran), saya punya palu!" tegasnya.
BACA JUGA:
Wakil Ketua DPRD DKI Zita Anjani turut mengungkapkan keluhannya atas carut-marut rekomendasi penyelenggaraan Formula E di kawasan cagar budaya, yakni Monumen Nasional (Monas).
Masalah datang saat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyerahkan surat rekomendasi Formula E di Monas kepada Komisi Pengarah Kawasan Medan Merdeka. Tertulis, pihak yang memberikan rekomendasi tersebut adalah Tim Ahli Cagar Budaya (TACB).
Ternyata, Ketua TACB Mundardjito membantah telah memberikan rekomendasi. Anak buah Anies pun mengakui kesalahan mereka karena ceroboh salah mengetik nama lembaga. Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat Catur Laswanto menyebut semestinya rekomendasi yang ditulis adalah Tim Sidang Pemugaran (TSP).
Namun, yang membuat DPRD kesal, Kepala Dinas Kebudayaan Iwan Henry Wardhana sempat merahasiakan bukti rekomendasi dari publik. Iwan menyebut rekomendasi ini adalah urusan dapur dari jajaran eksekutif.
Padahal, Zita menganggap DPRD sebagai anggota legislatif adalah mitra kerja dari jajaran Pemprov DKI sebagai eksekutif. Maka, tak sepantasnya Iwan menyatakan rekomendasi penyelenggaraan Formula E adalah rahasia dapur.
"Ternyata dapurnya (Pemprov DKI) masih berantakan. Sudah dapur berantakan, statement kepala dinasnya enggak pantas pula. Jadi, kalau eksekutif mau jalan sendiri, kalau kami enggak dibutuhkan, ya tidak usah ada rapat (antara Pemprov DKI dengan DPRD) begini," ungkap Zita.
Lebih lanjut, anggapan lemahnya komunikasi Anies dalam menghadapi masalah DKI ternyata turut dirasakan oleh Fraksi Gerindra, selaku partai pendukung Anies dalam Pilgub DKI 2017.
Melihat kasus penolakan komersialisasi dalam revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) oleh seniman, Anggota Fraksi Gerindra Syarif menganggap ada proses komunikasi yang mandek.
Pasalnya, para seniman yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki (FSPTIM) sampai mengadu ke DPR RI. Mereka mengeluhkan suara penolakan komersialisasi oleh BUMD PT Jakarta Propertindo (JakPro) yang tak didengar oleh jajaran Pemprov DKI.
"Pengaduan ke DPR ini mengartikan ada kebutuhan komunikasi. Padahal, teman-teman seniman minta diajak bicara, bukan menolak seluruh revitalisasi. Saya menyarankan, pemprov berkomunikasilah dengan seniman," kata Syarif, Kamis, 20 Februari.
Anggapan buruknya komunikasi jajaran Pemprov DKI diperparah dengan bungkamnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan setiap kali dimintai jawaban atas permasalahan yang merundung DKI.
Misalnya, saat ditanya soal tanggapan hasil survei Indo Barometer yang mengungkap bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang paling berhasil mengatasi banjir, Anies hanya menggelengkan kepala. Tandanya, ia tak mau memberikan tanggapan.
Kemudian, saat diminta konfirmasi soal rencana pemanggilan Anies oleh Komisi X DPR RI atas kasus penolakan komersialisasi revitalisasi TIM, Anies juga enggan menjawab. Padahal, Anies hanya tinggal menjawab apakah dirinya akan memenuhi pemanggilan DPR atau tidak.
"Cukup, thank you," ucap Anies selepas rapat paripurna di Gedung DPRD DKI, Rabu, 19 Februari.