Bagikan:

JAKARTA - Dua Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda atas putusan yang menolak uji materi mengenai batas usia minimal capres-cawares yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Perbedaan pendapat pertama diutarakan Hakim MK Suhartoyo. Suhartoyo menilai persyaratan menjadi capres-cawapres merupakan syarat yang melekat dari subjek hukum yang bersangkutan.

Suhartoyo menyimpulkan PSI yang merupakan partai tak bisa mempersoalkan klausul Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres.

"Dengan demikian terhadap para pemohon tidak terdapat adanya anggapan kerugian baik aktual maupun potensial," urai Suhartoyo di ruang sidang gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, 16 Oktober.

"Oleh karena itu, terhadap para pemojon tidak relevan untuk diberikan kedudukan uhukum atau legal standing dalam permohonan a quo dan oleh karenanya seharusnya Mahkamah menegaskan permohonan a quo tidak memenuhi syarat formil dan menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," lanjutnya.

Kemudian, opini berbeda juga diutarakan Hakim MK Guntur hamzah. Guntur justru memandang bahwa permohonan uji materi terkait batas usia capres-cawapres dari PSI seharusnya dikabulkan sebagian.

"Seharusnya permohonan para pemohon dikabulkan sebagian, sehingga pasal a quo dinyatakan inkonstitusional bersyarat," ungkap Guntur.

Menurut dia, penentuan batas usia capres/cawapres tidak diatur dalam konstitusi tetapi berada pada wilayah tafsir yang didasarkan pada prinsip konstitusionalisme dan jaminan atas hak konstitusional warga negara.

"Menentukan batas usia calon presiden atau wakil presiden tidak hanya diletakkan dalam kerangka kebijakan hukum semata, namun hal ini terkait dengan tatanan konstitusional yang jelas dalam menentukan usia yang tepat untuk menjadi calon presiden atau calon wakil presiden," tuturnya.