Bagikan:

JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menyatakan dissenting opinion atau perbedaan pendapat mengenai pengabulan MK atas uji materi mengenai batas usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa asal Surakarta bernama Almas Tsaibbirru Re A.

Saldi menyayangkan putusan MK yang mengabulkan sebagian gugatan soal batas usia capres-cawapres berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun kini bisa menjadi capres-cawapres. Sementara, pada tiga perkara mengenai batas usia capres-cawapres sebelumnya, MK menolak untuk mengabulkannya.

Saldi mengaku khawatir perubahan sikap MK ini sangat terpengaruh dengan dinamika politik dan bertentangan dengan independensi para hakim.

"Saya sangat sangat sangat cemas dan khawatir Mahkamah justru sedang menjebak dirinya sendiri dalam pusaran politik dalam memutus berbagai political questions yang pada akhimya akan meruntuhkan kepercayaan dan legitimasi publik terhadap Mahkamah," ungkap Saldi di ruang sidang gedung MK, Senin, 16 Oktober.

Saldi menilai perubahan ataupun penambahan terhadap persyaratan bagi calon presiden dan wakil presiden tersebut selayaknya dilakukan melalui mekanisme revisi undang-undang, bukan justru melempar "bola panas" ini kepada Mahkamah.

"Sayangnya, hal yang sederhana dan sudah terlihat dengan jelas sifat opened legal policy-nya ini, justru diambil alih dan dijadikan 'beban politik' Mahkamah untuk memutusnya," tegasnya.

Selain Saldi Isra, Hakim Konstitusi yang mengemukakan dissenting opinion yakni Wahiduddin Adams, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.

Kemudian, lima hakim yang setuju agar perkara tersebut dikabulkan adalah Anwar Usman, Manahan Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic, dan Guntur Hamzah. Dari kelimanya, dua hakim MK mengemukakan alasan berbeda atau concurring opinion.