JAKARTA – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengimbau Ketua MK, Anwar Usman tidak ikut serta memutus permohonan uji materi batas usia capres dan cawapres untuk menghindari tudingan miring termasuk MK yang dipelesetkan menjadi Mahkamah Keluarga.
Dia menilai, akan lebih baik jika permohonan uji materi itu diputus oleh delapan hakim konstitusi lain di luar Anwar Usman. Jimly tetap melihat adanya potensi perbedaan pendapat (dissenting opinion) meski hanya diputus delapan hakim konstitusi.
“Lebih baik ketua itu lebih baik mengundurkan diri dari penanganan perkara. Jadi tidak bisa dituduh bahwa ini ada kaitan keluarga. Selebihnya diserahkan pada delapan hakim lain. Belum tentu sama pendapatnya kan. Jadi kayaknya seru ada dissenting. Kalau putusan ada dissenting berarti ada perdebatan substansial secara internal. Hakim dengan independensinya masing-masing, dengan keyakinannya masing-masing untuk memutus perkara ya harus kita hormati,” papar Jimly dalam keterangan tertulis, Minggu 15 Oktober.
Secara pribadi, lanjut Jimly, dia akan menolak permohonan tersebut jika masih menjabat sebagai hakim konstitusi. Dia menganalogikan, persoalan syarat usia minimal merupakan bagian dari persyaratan pekerjaan.
BACA JUGA:
Kendati demikian, dia menyerahkan sepenuhnya putusan itu kepada MK dan akan menghormati apapun putusan dari para hakim konstitusi. Jimly juga berharap semua pihak bisa bersikap sama mengingat apapun putusan MK tidak akan bisa memuaskan seluruh rakyat Indonesia.
“Jadi harus kita terima apa yang diputuskan besok, meski tidak sesuai dengan pendapat kita. Itulah sistem bernegara kita, meskipun undang-undang dibuat oleh 570 orang yang dipilih melalui pemilu, bersama dengan presiden yang dipilih mayoritas rakyat Indonesia, artinya undang-undang itu produk mayoritas, tapi bisa dibatalkan oleh sembilan orang hakim MK. Kita hormati saja putusan besok. Yang penting ada dissenting opinion supaya kita tahu ada perdebatan internal,” tutup Jimly.