MATARAM - Sidang kasus korupsi pajak reses Sekretariat DPRD Lombok Timur dengan terdakwa Zulfaedy bakal digelar perdana pada Senin 23 Oktober.
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan itu akan berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Awalnya sidang dengan agenda pembacaan dakwaan milik Zulfaedy ditetapkan Kamis (19 Oktober), diubah lagi dan ditetapkan jadi hari Senin (23 Oktober)," kata Juru Bicara PN Mataram Kelik Trimargo di Mataram, NTB, Jumat 13 Oktober, disitat Antara.
Sidang tersebut juga telah menetapkan majelis hakim yang bakal memimpin jalannya persidangan.
"Ketuanya Isrin Surya Kurniasih dengan hakim anggota Agung Jiwandana dan Irawan Ismail," ujarnya.
Dari laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Mataram, perkara Zulfaedy teregistrasi dengan Nomor: 29/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr. Perkaranya didaftarkan oleh jaksa penuntut umum pada Rabu 11 Oktober.
BACA JUGA:
Dalam laman tersebut turut tercatat nama-nama jaksa penuntut umum yang bertugas menyidangkan perkara mantan Bendahara Sekretariat DPRD Lombok Timur. Jumlahnya tujuh orang.
Adapun jaksa yang bertugas Moh Isa Anshori, I Gusti Ngurah Agung Kiwerdiguna, Muhammad Andre Bramintiya Prisma, Sigit Nur Cahyo, Fardita Hutomo Putra Sudirman, Ananta Eizal Wibisono, dan Raden Rio Riansyah Hendrawan.
Perkara korupsi pajak reses ini berasal dari penyidikan Tim Pidana Khusus Kejari Lombok Timur. Zulfaedy muncul sebagai tersangka berdasarkan adanya indikasi perbuatan melawan hukum (PMH) dalam pengelolaan pajak.
Menurut Kejaksaan, Zulfaedy diduga telah menyalahgunakan kewenangan dalam jabatan dengan memotong anggaran pajak dalam periode 2018 sampai 2020. Uang hasil pemotongan terungkap digunakan untuk kepentingan pribadi Zulfaedy.
Dari hasil audit Inspektorat Lombok Timur angka kerugian muncul dengan nilai sedikitnya Rp343 juta.
Dengan konstruksi kasus demikian, jaksa menetapkan Zulfaedy sebagai tersangka yang merujuk pada dugaan pelanggaran Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.