Bagikan:

JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta produsen vaksin COVID-19 di dunia, untuk menyesuaikan vaksin yang mereka buat dengan varian baru virus corona yang bermunculan belangan ini. 

Hal ini disampaikan oleh Kepala WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus. Menurutnya, kemunculan versi mutasi virus telah menimbulkan pertanyaan tentang dampaknya pada vaksin.

Pernyataan ini merujuk pada situasi di Afrika Selatan yang  memutuskan untuk menghentikan vaksinasi Astrazeneca, setelah sebuah penelitian menunjukkan vaksin tersebut kurang efektif dalam mencegah varian di sana.

"Ini jelas tentang berita dan ada peringatan penting untuk studi vaksin," kata Dr. Tedros melansir Euronews

Kendati masih perlu penelitian untuk melihat apakah vaksin AstraZeneca mampu mencegah penyakit parah, pada mereka yang terinfeksi varian Afrika Selatan. Momen ini menjadi pengingat pentingnya penerapan menjaga jarak fisik dan mencuci tangan.

"Setiap kali Anda memutuskan untuk tinggal di rumah, menghindari keramaian, memakai masker, atau membersihkan tangan. Anda menolak kesempatan virus untuk menyebar dan kesempatan untuk mengubah cara-cara yang dapat membuat vaksin menjadi kurang efektif," dia kata.

Kendati para ahli menyebut virus corona tidak bermutasi sesering virus flu. Namun, semakin luas penyebarannya, semakin besar pelung untuk bermutasi menurut Dr. Tedros.

Untuk itu, seperti halnya vaksin flu, vaksin COVID-19 juga perlu penyesuaian untuk diperkuat pada masa depan. 

"Inilah yang terjadi dengan vaksin flu yang diperbarui dua kali setahun agar sesuai dengan jenis yang dominan," ungkap Dr Tedros.

Terpisah, Dr. Salim Abdool Karim dari otoritas kesehatan Afrika Selatan mengungkapkan, vaksin Pfizer dan Sinopharm memiliki pengurangan minimal dalam antibodi. Sementara untuk vaksi AstraZeneca ada pengurangan yang sangat substansial dalam menetralkan virus.

Dikatakannya, mereka sedang mempertimbangkan untuk meluncurkan vaksin AstraZeneca pada 100.000 orang sehingga mereka dapat memantau rawat inap. Jika vaksin efektif dalam mencegah rawat inap, maka vaksin tersebut dapat menyuntik lebih banyak orang.

"Kami tidak ingin berakhir dengan situasi di mana kami telah memvaksinasi satu atau dua juta orang untuk vaksin yang mungkin tidak efektif dalam mencegah rawat inap dan penyakit parah," tandasnya.