JAKARTA - Serangan udara menghantam Gaza pada Hari Selasa, meratakan seluruh distrik dan memenuhi kamar mayat dengan warga Palestina, ketika Israel membalas serangan Hamas yang telah memicu pertumpahan darah terburuk dalam 75 tahun konflik.
Kedutaan Besar Israel di Washington mengatakan, jumlah korban tewas akibat serangan Hamas pada akhir pekan telah melampaui 1.000 orang. Para korban sebagian besar adalah warga sipil. Puluhan warga Israel dan beberapa orang asing ditangkap dan dibawa ke Gaza sebagai sandera, beberapa diarak di jalan-jalan.
Sementara, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan serangan udara balasan Israel telah menewaskan sedikitnya 830 orang dan melukai 4.250 orang hingga Selasa, di mana serangan meningkat pada malam hari.
Adapun Perserikatan Bangsa Bangsa mengatakan, lebih dari 180.000 warga Gaza kehilangan tempat tinggal, banyak di antaranya berkerumun di jalan atau di sekolah.
"Hamas menginginkan perubahan dan mereka akan mewujudkannya. Apa yang dulu ada di Gaza tidak akan ada lagi," kata Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant saat berbicara dengan tentaranya di dekat Gaza, melansir Reuters 11 Oktober.
"Kami memulai serangan dari udara, nanti kami juga akan datang dari darat. Kami sudah menguasai daerah itu sejak Hari ke-2 dan kami melakukan serangan. Ini hanya akan semakin intensif," lanjut Gallant.
Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan, serangan Israel sejak Sabtu telah menghancurkan lebih dari 22.600 unit perumahan dan 10 fasilitas kesehatan serta merusak 48 sekolah.
Terpisah, seorang pejabat Hamas mengatakan, dua anggota senior kantor politik kelompok tersebut, Jawad Abu Shammala dan Zakaria Abu Maamar, tewas dalam serangan udara di Khan Younis.
Mereka adalah anggota senior Hamas pertama yang terbunuh sejak Israel mulai menggempur daerah kantong tersebut. Israel sendiri menuding Abu Shammala telah memimpin sejumlah operasi yang menargetkan warga sipil Israel.
BACA JUGA:
Terkait ini, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Volker Turk mengecam serangan baik yang dilakukan Hamas maupun Israel, di mana sekolah hingga gedung PBB ikut terkena serangan.
"Hukum humaniter internasional sudah jelas, kewajiban untuk selalu berhati-hati untuk menyelamatkan penduduk sipil dan benda-benda sipil tetap berlaku selama serangan terjadi," tegasnya.