JAKARTA - Kabar gembira datang dari Uni Emirat Arab, saat tim peneliti berhasil menemukan puluhan tokek endemik Uni Emirat Arab (UEA) yang terancam punah di pantai timur negara itu, meningkatkan harapan kelangsungan hidup spesies tersebut.
Tokek berkaki daun Uni Emirat Arab (Asaccus caudivolvulus) diperkirakan berada di ambang kepunahan. Namun, ekspedisi pada tahun 2022 menemukan tokek tersebut berada di lima lokasi meskipun terdapat perkembangan pesat di wilayah tersebut.
Tokek memainkan peran penting dalam ekosistem, karena mereka memakan serangga dan membantu menyeimbangkan jumlah spesies. Namun karena hilangnya habitat akibat pembangunan, populasi tokek telah menyusut.
Asaccus caudivolvulus kini diklasifikasikan sebagai spesies yang terancam punah oleh Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN).
Ekspedisi ini dibiayai oleh Dana Konservasi Spesies Mohamed bin Zayed dan bertujuan untuk membantu membawa kembali makhluk tersebut dari ambang kepunahan.
"Ada banyak tekanan karena banyak upaya dan uang yang terlibat," kata Prof Salvador Carranza, dari Institut Biologi Evolusioner di Universitas Pompeu Fabra di Barcelona, yang memimpin ekspedisi tersebut, dilansir dari The National News 5 Oktober.
Penelitian lapangan itu berlangsung selama 15 malam yang panas dan lembab pada akhir Mei dan awal Juni tahun lalu, yang diidentifikasi oleh tim sebagai waktu terbaik untuk melihat reptil tersebut.
Mereka sengaja memilih dua minggu dengan sedikit cahaya bulan, saat tokek lebih aktif karena berkurangnya risiko dari predator. Mereka adalah spesies nokturnal dan bersembunyi di celah-celah dan celah-celah yang dalam pada siang hari yang terik.
"Malam itu sempurna. Jika Anda pergi di musim dingin, Anda tidak akan melihat apa pun, meskipun mereka ada di sana," kata Prof Carranza
Tokek berkaki daun berasal dari sebagian kecil Pegunungan Hajar di timur laut UEA, satu-satunya spesies vertebrata endemik UEA yang diketahui.
Tim beranggotakan enam orang ini melakukan perjalanan sejauh 15 kilometer setiap malam, hanya menggunakan senter untuk memetakan jalur melewati pegunungan, menuruni lereng terjal dan melintasi permukaan batu untuk mencari makhluk yang sulit ditangkap dan pemalu tersebut.
Tokek ini memiliki panjang sekitar 11 sentimeter, agak transparan, memiliki kaki yang panjang dan tipis untuk memanjat, serta hanya dapat bertelur satu kali.
Namanya didapat dari bantalan di jari kakinya yang menyerupai daun. Ia juga memiliki warna terang, mata oranye dan tanda oranye hingga coklat di punggungnya.
"Ia adalah makhluk yang sangat pemalu. Saat Anda memberi penerangan, mereka langsung bersembunyi. Kami menemukannya di tempat yang sama sekali tidak kami duga," ungkap Prof Carranza.
Tim juga mampu menyelesaikan urutan genom tokek. Hal ini penting untuk membangun gambaran tentang upaya konservasi hewan dan bantuan. Hal ini menunjukkan penurunan keragaman genetik yang dapat dikaitkan dengan penurunan jumlah populasi yang parah dan berkelanjutan.
"Jika suatu habitat berkurang maka perkawinan sedarah bisa terjadi," kata Bernat Burriel, salah satu mahasiswa Prof Carranza yang mengerjakan analisis ini.
"Perkawinan sedarah berarti Anda memiliki lebih sedikit kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi baru. Ini berakhir pada ‘extinction Vortex’ yang artinya spesies tidak bisa beradaptasi dan punah. Kita perlu melestarikannya secepat mungkin," tandasnya.
Ekspedisi musim panas lalu bukan hanya pekerjaan dua minggu, tetapi merupakan puncak dari upaya bertahun-tahun dari para ahli di seluruh dunia, lembaga pendanaan dan pihak berwenang di pantai timur yang membantu perjalanan tersebut.
"Merupakan kejutan besar untuk menemukan 52 ekor," ujar Johannes Els, dari Pusat Penangkaran Satwa Liar Arab yang Terancam Punah di Otoritas Lingkungan dan Kawasan Konservasi Sharjah, yang juga merupakan bagian dari ekspedisi tersebut.
"Tapi itu adalah kejutan yang menyenangkan. Populasinya terfragmentasi, namun sekarang kami memiliki data penting yang memungkinkan kami menilai spesies tersebut," paparnya.
Els mengatakan, penilaian ulang terhadap spesies tersebut sekarang dapat dilakukan, yang secara teori dapat memicu penilaian yang berbeda dan lebih positif dari IUCN.
Dia menunjuk pada keberhasilan program kijang Arab, yang berhasil mengembalikan hewan tersebut dari ambang kepunahan, sebagai tanda keberhasilan yang bisa dicapai.
“Langkah pertama adalah selalu berusaha melestarikan sebanyak mungkin habitat yang ada di sana dan membiarkan mereka tidak tersentuh," tutur Els.
“Anda tidak bisa selalu menghentikan pembangunan, namun Anda bisa menyadarkan masyarakat dan melakukannya dengan cara yang dampaknya paling kecil terhadap populasi di wilayah tersebut," tandasnya.
Rencana konservasi lainnya yang belum terungkap juga sedang dikerjakan.
BACA JUGA:
Penemuan kembali spesies yang dianggap punah merupakan sebuah kelegaan dan dorongan bagi siapa pun yang mencintai alam dan jaringan keanekaragaman hayati yang menopang planet kita," ujar Nicolas Heard, penjabat direktur jenderal Dana Konservasi Spesies Mohamed bin Zayed.
"Hal ini membawa optimisme bahwa kita mungkin bisa mengurangi laju kepunahan dan kerusakan yang kita timbulkan terhadap lingkungan. Dalam hal ini, menemukan populasi tokek berkaki daun di Emirat sangatlah menyedihkan," lanjut Heard.
"Selama beberapa tahun, kami berpikir bahwa UEA telah kehilangan satu-satunya vertebrata yang unik di negara ini dan tidak terjadi di tempat lain. Hal ini sungguh tragis, dan penemuannya kembali diharapkan akan mendorong upaya dan antusiasme konservasi lebih lanjut," pungkasnya.