Bagikan:

SULTENG - Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) memeriksa 20 orang saksi terkait dugaan korupsi pengadaan alat laboratorium kesehatan (labkes) di Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako (Untad) tahun 2022.

"Sejak dinaikkan ke tahap penyidikan, tercatat sudah ada 20 orang yang diperiksa sebagai saksi dari lingkup Fakultas Kedokteran Untad," kata Plh Kasipenkum Kejati Sulteng Abdul Haris Kiay di Palu, Selasa 26 September, disitat Antara.

Ia mengungkapkan, penyidik telah memeriksa saksi berinisial AL dan S pada Senin 25 September, kemudian menyusul EY dan NS pada Selasa 26 September pagi.

Haris menjelaskan, dalam kasus korupsi labkes Untad, penyelidikan dilakukan terhadap pejabat di fakultas tersebut dan pihak ketiga serta gelar perkara.

Selanjutnya dinaikkan ke tahap penyidikan berdasarkan Sprindik Nomor : Print – 03/P.2/Fd.1/09/2023, Kamis 7 September 2023.

Berdasarkan data yang diperoleh, diduga telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat laboratorium tahun anggaran 2022 dengan sejumlah modus.

Pada tahun 2022, Dekan Fakultas Kedokteran mengajukan surat permohonan pengadaan alat laboratorium pendidikan kepada Rektor Untad dengan melampirkan daftar kebutuhan sebanyak 105 peralatan.

"Kemudian diumumkan proses tender pada tanggal 2 Juni 2022 dengan total pagu sebesar Rp13 miliar lebih," ujarnya.

Dari 74 alat yang terdapat dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB), termasuk di dalamnya biaya overhead 15 persen, biaya pengiriman 5 persen dan PPN 11 persen sehingga total 31 persen dengan menyebutkan spesifikasi alat, merek dan model.

Proses tender dimenangkan oleh CV SBA dengan nilai penawaran sebesar Rp12 miliar lebih, namun dalam perjalanannya diduga terdapat beberapa kejanggalan antara lain, CV SBA belum memasukkan satu pun barang sampai pada September 2022.

"Semua bentuk modus dilakukan tentu akan menjadi bahan pertanyaan dalam proses penyidikan," ucap Haris.

Pengecekan harga melalui katalog terhadap 74 item peralatan sesuai spesifikasi, total keseluruhan anggaran dibelanjakan hanya Rp5,4 miliar lebih.

"Berdasarkan kalkulasi, ditemukan dugaan mark up atau penggelembungan harga sebesar Rp7 miliar lebih," kata dia.