Bagikan:

PALU - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah memeriksa empat pejabat terkait kasus dugaan korupsi alat kesehatan laboratorium di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Tadulako (Untad) Palu.

"Empat orang itu dimintai keterangannya berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi," kata Plh Kasi Penkum Kejati Sulteng Abdul Haris Kiay dikutip ANTARA, Kamis, 19 Oktober.

Keempat orang yang diperiksa penyidik yakni FD, TS, NS dan DV. Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 16 - 17 Oktober 2023.

Kasus tersebut telah dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan berdasarkan Sprindik Nomor : Print – 03/P.2/Fd.1/09/2023, Kamis (7/9).

"Keempat orang pejabat di lingkungan Untad tersebut statusnya sebagai saksi," ujarnya.

Berdasarkan data yang diperoleh, diduga telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat laboratorium di Fakultas Kesehatan Untad tahun anggaran 2022 dengan sejumlah modus.

Tahun 2022, Dekan Fakultas Kedokteran Untad mengajukan surat permohonan pengadaan alat laboratorium pendidikan kepada Rektor Untad dengan melampirkan daftar kebutuhan sebanyak 105 peralatan.

Pada 2 Juni 2022 diumumkan proses tender dengan total pagu senilai Rp13 miliar lebih.

Dari 74 alat yang terdapat dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) sudah termasuk di dalamnya biaya overhead 15 persen, biaya pengiriman 5 persen dan PPN 11 persen total keseluruhan 31 persen dengan menyebutkan spesifikasi alat, merek dan model.

"Kasus ini terus didalami oleh penyidik," ucap Haris.

Dari berkas penyidikan, tender BBM proyek pengadaan peralatan laboratorium dimenangkan oleh CV SBA dengan nilai penawaran sebesar Rp12 miliar lebih.

Namun dalam perjalanannya, diduga terdapat beberapa kejanggalan, antara lain, pemenang tender belum memasukkan satu pun barang sampai pada September tahun 2022.

"Semua bentuk modus dilakukan, tentu akan dikembangkan dalam proses penyidikan," kata dia.

Akhirnya, pengecekan harga dilakukan melalui katalog terhadap 74 item peralatan sesuai spesifikasi, total keseluruhan anggaran dibelanjakan hanya Rp5,4 miliar lebih.

"Berdasarkan kalkulasi, ditemukan dugaan mark up atau penggelembungan harga sebesar Rp7 miliar lebih," kata Haris.