Bagikan:

YOGYAKARTA - Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan berbagai kegiatan pembangunan di sepanjang Sumbu Filosofi Yogyakarta harus melalui asesmen setelah kawasan itu resmi ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia.

"Pembangunan di kawasan Sumbu Filosofi itu harus melalui beberapa asesmen. Nanti akan ada semacam 'heritage impact assessment'," kata Sekretaris Disbud DIY Cahyo Widayat dalam diskusi virtual bertajuk "Sumbu Filosofi Yogyakarta Antarkan Masyarakat DIY Lebih Sejahtera dan Berbudaya" di Yogyakarta dilansir ANTARA, Kamis, 21 September.

Ketentuan itu, kata Cahyo, tertuang dalam rencana pengelolaan (management plan) Sumbu Filosofi Yogyakarta yang telah disusun Disbud DIY sebagai salah satu syarat pengajuan warisan budaya dunia ke UNESCO.

Dalam rencana pengelolaan itu, disebutkan langkah pertama yang dilakukan Pemda DIY adalah mengurangi tekanan lingkungan mulai dari kemacetan lalu lintas, polusi udara, dan tekanan pembangunan.

Terkait pengurangan tekanan pembangunan, menurut Cahyo, aktivitas pembangunan di kawasan Sumbu Filosofi nantinya harus melalui heritage impact assessment (HIA) atau penilaian dampak warisan budaya.

Pembangunan di kawasan itu juga harus menggunakan pendekatan lanskap kota bersejarah (HUL) atau historic urban landscape.

Pengurangan tekanan bencana alam, lanjut Cahyo, menjadi fokus Pemda DIY berikutnya terkait pelestarian kawasan warisan dunia itu.

"Karena DIY ini diam-diam juga banyak potensi bencana, ada Gunung Merapi, gempa bumi, dan angin ribut sehingga kami akan menyiapkan hal-hal berkaitan kesiapsiagaan bencana alam. Nanti BPBD DIY akan ikut mendukung," kata dia.

Pemda DIY, kata Cahyo, segera menyiapkan kelompok kerja atau badan pengelola kawasan cagar budaya yang melibatkan Pemerintah DIY, Pemerintah Kota Yogyakarta, dan Pemerintah Kabupaten Bantul, serta unsur pemangku kepentingan lain.

"Itu bukan hanya menjadi domainnya dinas kebudayaan, kita akan berkolaborasi dengan banyak pihak, baik pemerintah, swasta, dan masyarakat," kata dia.

Karena telah menjadi milik dunia, menurut dia, dunia bakal ikut bertanggung jawab dalam aspek pelestarinnya.

Berbagai kegiatan termasuk pariwisata di kawasan itu harus memiliki standar atau level dunia.

"Setelah menjadi warisan dunia maka akan datang wisatawan dunia, maka beragam kegiatan pariwisata levelnya harus mengikuti level dunia," ujar dia.

Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana menyebutkan akan mendukung seluruh program pelestarian Sumbu Filosofi Yogyakarta sekaligus memanfaatkannya sebagai modal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui aktivitas pariwisata.

Huda berharap Sumbu Filosofi tak bernasib sama dengan beberapa warisan dunia lain yang kekuatan daya tarik wisatanya tak bertahan lama.

"Misalnya kawasan tambang di Sawah Lunto itu ramai wisatanya dua sampai tiga tahun, habis itu sepi. Tapi, untuk Sumbu Filosofi karena sudah dirancang sejak awal ini jadi modal utama yang dimiliki Yogyakarta," kata dia.

Sebelumnya, UNESCO menetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai salah satu warisan dunia dari Indonesia pada Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau WHC di Riyadh, Arab Saudi, Senin (18/9).

Sumbu Filosofi Yogyakarta yang dalam daftar Warisan Dunia UNESCO bertajuk lengkap "The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks" diakui sebagai warisan dunia, karena dinilai memiliki arti penting secara universal.

Konsep tata ruang yang dikenal sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta ini dicetuskan pertama kali oleh Raja Pertama Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada abad ke-18.

Konsep tata ruang ini dibuat berdasarkan konsepsi Jawa dan berbentuk struktur jalan lurus yang membentang antara Panggung Krapyak di sebelah selatan, Kraton Yogyakarta dan Tugu Yogyakarta di sebelah utara.