YOGYAKARTA - Sumbu Filosofi Yogyakarta ditetapkan sebagai world heritage atau warisan dunia oleh PBB melalui UNESCO. Penetapan tersebut dilakukan dalam Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage Committee (WHC) di Riyadh, Arab Saudi.
Pengajuan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai World Heritage diterima oleh UNESCO tanpa sanggahan sesuai dokumen penetapan WHC 2345.COM 8B. 39. Sumbu ikonik kota pelajar ini memiliki tajuk the Cosmological Axis of Yogyakarta and its Historic Landmarks.
Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi Abdul Aziz Ahmad, mengucapkan terima kasih kepada Komisi Warisan Dunia UNESCO yang telah menyutujui penetapan warisan asli Indonesia tersebut. Lantas bagaimana sejarah dan makna Sumbu Filosofi Yogyakarta?
Sejarah Terbentuknya Sumbu Filosofi Yogyakarta
Berdasarkan situs resmi UNESCO, sumbu di pusat Kota Yogyakarta ini dibangun pada abad ke-18 oleh Sultan Mangkubumi. Sumbu dengan garis bentangan dari utara-selatan sepanjang enam kilometer ini diposisikan untuk menghubungkan Gunung Merapi dan Samudera Hindia, dengan keraton (istana) di pusatnya, serta monumen budaya kunci yang menghiasi sumbu tersebut ke utara dan selatan yang terhubung melalui ritual.
Sultan HB I menata Kota Yogyakarta membentang dari utara ke selatan dengan mendirikan Keraton Yogyakarta sebagai titik pusatnya. Sultan HB I juga mendirikan Tugu Golong-gilig (Pal Putih) di sisi utara keraton dan Panggung Krapyak di sisi selatannya. Dari ketiga titik tersebut, jika ditarik secara garis lurus maka membentuk sumbu imajiner yang kemudian disebut sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta.
Makna Sumbu Filosofi Yogyakarta
Sumbu Filosofi Yogyakarta mencerminkan keyakinan kunci tentang kosmos dalam budaya Jawa, termasuk penandaan siklus kehidupan. Secara simbolis, filosofi poros imajiner tersebut melambangkan keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhannya (Hablun min Allah) dan manusia dengan manusia (Hablun min Annas).
Sumbu Filosofi yang berada di tengah Kota Yogyakarta ini juga menunjukkan keselarasan manusia dengan alam termasuk lima anasir pembentuknya, yaitu: air (tirta) dari Laut Selatan, tanah (bantala) dari bumi Ngayogyakarta, api (dahana) dari Gunung Merapi, angin (maruta), dan akasa (ether).
Selain itu, struktur jalan beserta kawasan di sekelilingnya memiliki filosofis Jawa yang mempunyai makna keberadaan manusia yang meliputi daur hidup manusia (Sangkan Paraning Dumadi), kehidupan harmonis antaramanusia dan antara manusia dengan alam (Memayu Hayuninng Buwono), hubungan antara pemimpin dan rakyatnya (Manunggaling Kawula Gusti), serta dunia mikrokosmik dan makrokosmos.
Tanggapan Sri Sultan HB X setelah Sumbu Filosofi Yogyakarta Jadi Warisan Budaya
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan terima kasih kepada UNESCO dan seluruh lapisan masyarakat yang mendukung upaya pelestarian Sumbu Filosofi sebagai world heritage.
Sri Sultan juga mengatakan bahwa Sumbu Filosofi memiliki nilai-nilai universal yang luhur bagi peradaban manusia di masa sekarang dan mendatang. Sri Sultan berharap penetapan tersebut bisa menjadi pembelajaran bersama akan nilai-nilai universal yang dibutuhkan, guna menciptakan dunia yang lebih baik di masa depan.
Demikianlah ulasan mengenai sejarah dan makna Sumbu Filosofi Yogyakarta yang resmi ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO. Sumbu filosofi bukan hanya struktur bentang dalam penataan kota, namun di baliknya menyimpan filosofi yang mendalam mengenai kehidupan manusia.
Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI . Kamu menghadirkan terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.