Bagikan:

MANADO - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) meluncurkan pemetaan kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 terkait isu netralitas di kalangan aparatur sipil negara (ASN) di Manado, Sulawesi Utara.

Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Lolly Suhenty memaparkan netralitas ASN menjadi salah satu isu yang paling rawan di tingkat provinsi.

“Berdasarkan hasil pengindeksan kerawanan yang dilakukan, ternyata inilah potraitnya, netralitas ASN menjadi salah satu isu yang paling rawan di tingkat provinsi,” kata dia dilansir ANTARA, Kamis, 21 September.

Kerawanan netralitas ASN, kata Lolly, berpotensi terjadi 22 provinsi. Adapun provinsi yang memiliki skor kerawanan tertinggi dalam konteks isu netralitas ASN adalah Maluku Utara dengan tingkat kerawanan 100,00.

Kemudian, disusul Sulawesi Utara (55,87), Banten (22,98), Sulawesi Selatan (21,93), Nusa Tenggara Timur (9,40), Kalimantan Timur (6,01), Jawa Barat (5,48), Sumatera Barat (4,96), Gorontalo (3,9), dan Lampung (3,9).

“Inilah posisi provinsi yang kerawanannya tinggi. Maka, pada 10 provinsi ini pastikan upaya pencegahannya tepat. Bentuk pencegahan di 10 provinsi ini, untuk ASN, tentu akan berbeda dengan daerah lain yang posisinya tidak rawan tinggi,” papar Lolly.

Selanjutnya, dia juga memaparkan daftar provinsi dengan kerawanan tertinggi isu netralitas ASN berdasarkan agregasi kabupaten/kota. Dijelaskan Lolly, daftar tersebut berdasarkan situasi isu netralitas yang masif terjadi di tingkat kabupaten/kota.

“Sepuluh provinsi kerawanan tertinggi berdasarkan agregat kabupaten/kota. Kalau yang tadi tertingginya berdasarkan peristiwa riil di provinsi, kalau yang ini adalah provinsi rawan tinggi berdasarkan situasi yang masif di kabupaten/kota,” katanya.

Maluku Utara menjadi yang tertinggi dengan tingkat kerawanan 18,85. Menyusul setelahnya Sulawesi Utara (16,60), Sulawesi Selatan (13,86), Sulawesi Barat (13,46), Sulawesi Tenggara (12,56), Sulawesi Tengah (10,02), Nusa Tenggara Barat (7,98), Papua Selatan (6,73), Banten (6,43), dan Kalimantan Utara (5,96).

“Artinya, Maluku Utara tidak hanya di ibu kota provinsi dia masif (isu netralitas ASN), tapi di kabupaten/kota,” ucap Lolly.

Dijelaskannya, pola ketidaknetralan ASN paling banyak terjadi dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah. Beberapa pola yang sering terjadi, di antaranya mempromosikan calon tertentu dan pernyataan dukungan secara terbuka di media sosial maupun media lainnya.

Selanjutnya, menggunakan fasilitas negara untuk mendukung petahana; teridentifikasi dukungan dalam bentuk WhatsApp grup; dan terlibat secara aktif maupun pasif dalam kampanye calon.

Pemetaan isu netralitas ASN didapat melalui tiga langkah metode analisis. Pertama adalah pengumpulan informasi kepada bawaslu provinsi dan kabupaten/kota, terkait peristiwa yang terjadi saat Pemilu 2019 dan Pemilihan Kepala Daerah 2020.

“Datanya harus terverifikasi. Tidak terverifikasi, kami lakukan pendalaman. Proses pengumpulan informasi ini dilakukan oleh tim yang memang sudah dibentuk oleh Bawaslu RI,” jelasnya.

Kedua, melakukan pembobotan terhadap data yang terkumpul. Menurut Lolly, pembobotan dilakukan dalam mekanisme analisis yang ketat.

“Pembobotan ini, seluruh peristiwa kemudian dilakukan analisis terhadap apa yang terjadi, termasuk soal jumlah temuannya berapa, jumlah laporannya berapa, pelanggarannya dalam bentuk apa,” katanya.

Metode ketiga adalah pemetaan kerawanan. Dalam tahap ini, Bawaslu memetakan temuan-temuan berdasarkan wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

“Jadi ada datanya yang provinsi, ada yang data keperawanannya diambil dari agregat kabupaten/kota,” imbuh dia.

Terkait pemetaan tersebut, Bawaslu merekomendasikan beberapa strategi, yakni memasifkan sosialisasi daring maupun luring kepada seluruh ASN terkait urgensi netralitas, optimalisasi patroli pengawasan siber di media sosial, dan memperkuat komunikasi dan kerja sama dengan multipihak.