Hadiri Pertemuan Dewan Keamanan PBB, Presiden Zelensky: Semua Upaya Menghentikan Perang Diveto
Presiden Zelensky saat menghadiri pertemuan DK PBB. (Twitter/@ZelenskyyUa)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Volodymyr Zelensky mengatakan Ukraina menggunakan haknya untuk membela diri, menggalang dukung sekaligus menyoroti veto terhadap upaya mengakhiri perang, saat untuk pertama kalinya menghadiri pertemuan Dewan Keamanan PBB Hari Rabu.

"Ukraina menggunakan haknya untuk membela diri," kata Presiden Zelensky kepada dewan beranggotakan 15 anggota tersebut, melansir Reuters 21 September.

"Membantu Ukraina dengan senjata dalam ujian ini, dengan menjatuhkan sanksi dan memberikan tekanan komprehensif terhadap agresor, serta memberikan suara untuk resolusi yang relevan, berarti membantu mempertahankan Piagam PBB," urai Presiden Zelensky.

Ukraina dan negara-negara Barat telah berhasil mengisolasi Rusia secara diplomatis di PBB, di mana Majelis Umum yang beranggotakan 193 negara telah beberapa kali melakukan pemungutan suara untuk mengutuk invasi tersebut dan menuntut Moskow menarik pasukannya.

Argumen mereka: Rusia telah melanggar Piagam PBB tahun 1945.

Lebih lanjut, Presiden Zelensky mencatat kebuntuan Dewan Keamanan PBB mengenai Ukraina, yang telah bertemu puluhan kali mengenai Ukraina sejak invasi Rusia pada Februari 2022, tetapi tidak dapat mengambil tindakan apa pun karena Rusia memiliki hak veto.

"Tidak mungkin menghentikan perang karena semua upaya diveto oleh agresor," ungkap Presiden Zelensky.

Menariknya, meski Presiden Zelensky dan Menlu Sergei Lavrov, yang memimpin delegasi Rusia, ditempatkan semeja, namun keduanya tidak pernah bertemu dalam pertemuan itu.

Presiden Zelensky hanya duduk selama satu jam pertama pertemuan tersebut. Ia keluar sebelum kedatangan diplomat tertinggi Rusia, yang hanya masuk ke ruangan tersebut untuk membuat pernyataan panjang lebar dan kemudian pergi.

Menlu Lavrov menuduh negara-negara Barat bersikap selektif dalam menggunakan Piagam PBB, dan menggunakannya berdasarkan kasus per kasus secara eksklusif berdasarkan kebutuhan geopolitik parokial mereka.

"Hal ini mengakibatkan terguncangnya stabilitas global serta memperburuk dan mengobarkan ketegangan baru, risiko konflik global semakin meningkat," ujar Menlu Lavrov.

Sementara itu, Sekjen PBB Antonio Guterres dalam pertemuan tersebut mengatakan, perang Rusia di Ukraina "memperburuk ketegangan dan perpecahan geopolitik, mengancam stabilitas regional, meningkatkan ancaman nuklir, dan menciptakan perpecahan yang mendalam di dunia kita yang semakin multipolar."

Sementara, Rusia mengatakan pihaknya melakukan "operasi militer khusus” di Ukraina karena ambisi negara tersebut untuk berintegrasi dengan Barat, termasuk NATO, menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional Rusia.

Terkait