Bagikan:

JAKARTA - Polri menyebut selama masa pandemi COVID-19 pihaknya telah menangani sekitar 352 kasus berita bohong atau hoaks. Perkara ini ditangani Bareskrim Polri dan Polda jajaran.

"Data di tahun 2020 untuk berita hoaks itu ada 352 kasus yang kita tangani," ucap Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono dalam konferensi pers Kemenskes, Jumat, 5 Februari.

Dari ratusan hoaks itu, beberapa di antaranya sudah ditindak oleh Cyber Polri. Bahkan, para pelaku ini juga dipersangkakan dengan pasal berlapis.

"Untuk anggota masyarakat yang menyebarkan itu tentunya ada ancaman pidananya, Pasal 28 ayat 1 UU 11 tahun 2008 tentang ITE tentang penyabaran berita bohong di media elektornik termasuk media sosial, ini dikenakan sanksi pidana penjara 6 tahun dan denda 1M," kata Argo.

"Selain itu ada UU KUHP Pasal 14 ayat 1, barang siapa menyebarkan berita bohong ancamannya 10 tahun, dan ayat 2 nya barang siapa yang menyiarkan berita keonaran di kalangan rakyat dipenjara 3 tahun, Pasal 15 barang siapa menyiaraan tidak pasti atau tidak lengkap dapat membuat keonaran ancamananya 2 tahun," sambung dia.

Argo pun mengimbau kepada masyarakat agar tidak langsung percaya pesan berantai terkait COVID-19. Bahkan, masyarakat juga diminta untuk memastikan terlebih dahulu perihal informasi yang diterima.

Caranya bisa dengan menghubungi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui website atau nomor telepon yang tertera. Selain itu, diimbau juga untuk tidak ikut meneruskan kabar bohong tersebut.

"Masyarakat diminta untuk saring dulu informasi baru nanti disharing, kadang dari grup sebelah langsung digeser dikirimkan, harus dibaca betul, kalau memang tidak benar jangan dishare kembali, silahkan tanya ke kemenkes kalau ada di Kemenkes, bisa ditanyakan, bisa juga ditanyakan ke kami ke kepolisian nanti kami komunikasikan ke instansi yang berwenang," tandas Argo.