Bagikan:

JAKARTA - Sekretariat Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan masalah di Pulau Rempang seharusnya diselesaikan dengan pikiran tenang dan hati yang lapang.

"Seharusnya masalah bisa diselesaikan dengan musyawarah, dicari jalan tengah yang paling maslahah, bukan (masalah) menang atau kalah," kata Abdul Mu'ti dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Antara, Kamis, 14 September. 

Dia juga meminta semua pihak menenangkan diri agar masalah tidak semakin liar dan tidak terkendali.

Abdul Mu'ti mengatakan perlu adanya kejelasan dalam masalah tersebut, apalagi menjelang Pemilu 2024 dan tahun politik yang menentukan masa depan bangsa.

Dia juga mendesak agar para politikus dan wakil rakyat tidak tinggal diam atas situasi yang terjadi di Pulau Rempang.

"Para politikus, wakil rakyat, tidak seharusnya diam seribu bahasa. Sesuai kewenangan, DPR bisa memanggil kapolri dan menteri terkait untuk memberikan klarifikasi. Janganlah rakyat terus diadu dengan aparat," tambahnya.

Abdul Mu'ti ingin pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) harus berorientasi pada kesejahteraan seluruh rakyat.

Dikutip dari laman BP Batam, Rempang Eco City merupakan salah satu proyek yang terdaftar dalam PSN 2023 yang pembangunannya diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang ditandatangani pada tanggal 28 Agustus 2023.

Proyek Rempang Eco City merupakan kawasan industri, perdagangan, hingga wisata terintegrasi yang ditujukan untuk mendorong daya saing dengan negara tetangga, yaitu Singapura dan Malaysia.

Proyek tersebut rencananya digarap oleh PT Makmur Elok Graha (MEG), dengan target investasi mencapai Rp381 triliun pada tahun 2080. PT MEG merupakan rekan BP Batam dan Pemkot Batam.

Nantinya, perusahaan itu akan membantu Pemerintah menarik investor asing dan lokal dalam pengembangan ekonomi di Pulau Rempang.

Guna menggarap Rempang Eco City, PT MEG diberi lahan sekitar 17.000 hektare yang mencakup seluruh Pulau Rempang dan Pulau Subang Mas. Pemerintah juga menargetkan pengembangan Rempang Eco City dapat menyerap sekitar 306.000 tenaga kerja hingga tahun 2080.

Namun, pembangunan proyek tersebut diprotes oleh warga Pulau Rempang dengan menghadang aparat gabungan yang akan mematok dan mengukur lahan pada Kamis (7/9).

Konflik yang diwarnai kekerasan hingga mengakibatkan korban luka-luka bahkan trauma pada anak-anak setempat itu dipicu oleh penolakan warga terhadap proyek yang mengharuskan sekitar 7.500 warga setempat direlokasi.

Selain itu, proyek tersebut juga mengancam eksistensi 16 kampung adat Melayu yang ada di Pulau Rempang sejak tahun 1834.