Lukas Enembe Dituntut 10 Tahun 6 Bulan Penjara, Jaksa: Berbelit-belit Selama Persidangan
Terdakwa Lukas Enembe menjalasi sidang perkara korupsi dan gratifikasi di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Rabu, 13 September. (Rizky A-VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe dianggap berbelit-belit dalam memberikan kesaksian selama persidangan.

Hal itu menjadi salah satu pertimbangan memberatkan bagi jaksa penuntut umum (JPU) dalam menuntut Lukas Enembe dengan pidana penjara selama 10 tahun 6 bulan dan denda Rp1 miliar.

"Perbuatan terdakwa Lukas Enembe tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan," ujar jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 13 September.

Masih soal pertimbangan memberatkan, jaksa juga menganggap Lukas Enembe bersikap tidak sopan selama persidangan.

Sementara untuk hal meringankan, jaksa memiliki dua pertimbangan. Satu di antaranya Lukas Enembe yang tak pernah dihukum.

"Terdakwa belum pernah dihukum. Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga," kata jaksa.

Sebelumnya, Lukas Enembe dianggap bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi dan gratifikasi. Sehingga, jaksa penuntut umum (JPU) menuntutnya dengan pidana penjara selama 10 tahun 6 bulan.

"Menjatuhkan pidana dengan selama sepuluh tahun enam bulan," ujar jaksa.

Tak hanya pidana, jaksa juga menuntut Lukas Enembe untuk membayar denda. Jumlahnya mencapai Rp1 miliar.

"(Sanksi) Denda Rp1 miliar," kata jaksa

Dalam perkara ini, Lukas Enembe didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Kemudian, Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.