Bagikan:

JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat agar menggunakan masker bila berada di lokasi dengan tingkat cemaran udara tinggi.

"Masyarakat juga diimbau untuk selalu memerhatikan informasi kualitas udara terutama dari BMKG, KLHK, dan Dinas Lingkungan Hidup setempat selaku lembaga pemerintah yang berwenang," kata Plt Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan di Jakarta, Senin 11 September, disitat Antara.

Ardhasena menjelaskan, prediksi kualitas udara selama tiga hari ke depan sejak 12 September 2023 menunjukkan DKI Jakarta, Jawa Barat (Jabar) bagian barat, dan Banten masuk kategori tidak sehat atau konsentrasi PM2.5.

Ia menambahkan kualitas udara berdasarkan konsentrasi PM2.5 dalam sepekan terakhir secara umum berada pada kategori sedang hingga tidak sehat.

Ardhasena mengungkapkan, pantauan sebaran gas NO2 atau nitrogen dioksida sebagai indikator polusi udara pada periode 1-10 September 2023 paling banyak di wilayah Jabodetabek, Banten, dan Selat Sunda.

"Gas NO2 dapat digunakan sebagai indikator sumber polutan udara hasil emisi dari penggunaan bahan bakar fosil," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, selain memakai masker dan memerhatikan informasi kualitas udara, BMKG juga mengimbau masyarakat agar tetap menjaga hidup sehat, memperbanyak tanaman hijau, mengatur sirkulasi udara, melakukan pembersihan udara di dalam ruangan, menggunakan transportasi publik, dan menghindari tempat dengan polusi tinggi.

Sebelumnya, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi memaparkan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) di Jabodetabek meningkat seiring dengan kenaikan kadar polusi udara.

"Kita tidak bisa bilang cuaca berpengaruh berapa persen, tetapi kita bisa melihat bahwa tren kenaikan kasus ISPA seiring dengan kenaikan kadar polusinya, kalau secara umum, kita punya tren seminggu, mulai Senin (4 September) meningkat dibandingkan dengan minggu lalu," katanya.

Berdasarkan data yang disampaikan Imran, kasus ISPA non-pneumonia (menyerang saluran pernapasan dari tenggorokan hingga ke atas, misalnya batuk) tercatat paling banyak terjadi di Jakarta Timur, mencapai 3.115 kasus pada Selasa 5 September, melonjak dibandingkan Rabu 30 Agustus, yakni 2.419 kasus.

"Hingga saat ini, proporsi kasus ISPA secara keseluruhan masih didominasi usia produktif (17-50 tahun)," tandasnya.