Hotel Le Meridien dll Dijual di Marketplace, PHRI: Sudah 12 Bulan Industri Ini Tidak Bisa Bangkit
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Pandemi COVID-19 yang berlangsung sejak tahun lalu telah menekan perekonomian dan sektor bisnis. Banyak pengusaha yang gulung tikar karena tak sanggup bertahan, salah satunya di sektor perhotelan. Beberapa pengusaha terpaksa menjual hotelnya di Jakarta melalui sejumlah marketplace.

Hotel yang dijual di antaranya adalah Hotel Le Meridien di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, dijual seharga Rp2,7 triliun oleh akun Best Properties Indonesia di OLX. Iklan penjualan Hotel Le Meridien juga ada di beberapa marketplace lainnya. 

Kemudian, Hotel Ibis Budget Jakarta, Tanah Abang, Jakarta Pusat, dijual Rp85 miliar. Hotel Ibis Budget Jakarta dijual oleh akun Aldila Aspan pada 1 Februari 2021.

Saat dikonfirmasi, Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan fenomena menjual hotel memang terjadi sejak sebelum pandemi COVID-19. Namun, kondisi tersebut diperparah dengan adanya pandemi.

Menurut Yusran, penjualan hotel-hotel di Jakarta saat pandemi COVID-19 dilakukan sebagai solusi menghindari kerugian yang lebih dalam. Pasalnya, biaya operasional hotel dan pembayaran kredit tetap berjalan, sementara pendapatannya tidak ada.

"Kalau ditanya kenapa mereka jual apakah karena ada tekanan? Jadi begini, hotel dan restoran itu kan ini sudah masuk bulan ke-12, ya mereka sama sekali tidak bisa bangkit. Jangankan bicara untuk bangkit, bertahan saja susah," katanya, saat dihubungi VOI, Kamis, 4 Februari.

Lebih lanjut, Yusran mengatakan, industri perhotelan sulit untuk bertahan tidak hanya dari tekanan pandemi COVID-19, tetapi juga dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang berujung pada pembatasan mobilitas atau kegiatan masyarakat.

"Karena kebijakan itu kan semuanya menahan pergerakan. Di sisi lain hotel dan restoran itu sangat membutuhkan adanya pergerakan. Ditambah lagi dengan adanya pembatasan jam ini juga mempengaruhi traffic konsumen untuk bergerak. Belum lagi masalah testing untuk menggunakan pesawat udara yang sekarang cuma dikasih batas waktu 2 hari," tuturnya.

Menurut dia, berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sangat memberatkan pelaku usaha di sektor industri perhotelan. Namun, ia tak menampik bahwa pembatasan memang diperlukan untuk mencegah penyebaran virus yang masif.

Meksi begitu, kata dia, kebijakan pembatasan yang dilakukan pemerintah tidak berjalan optimal, di mana kasus aktif COVID-19 di Tanah Air terus bertambah, sementara ekonominya tertekan. Akibatnya, berdampak pada okupansi atau keterisian hotel menurun drastis.

"Dampaknya bukan hanya di Pulau Jawa tetapi sudah di seluruh Indonesia. Ditambah lagi dengan kondisi yang sekarang low season. Inilah yang membuat napas daripada pelaku usaha itu memang tidak bisa bertahan, karena ini bukan 2 atau 3 bulan ini dan ini sudah masuk ke-12 bulan," ucapnya.

Yusran menjelaskan jika kondisi ini terus berlanjut tanpa adanya bantuan dari pemerintah, akan banyak hotel dan restoran yang bangkrut. Akibatnya, pemutusan hubungan kerja atau PHK tidak bisa terelakkan.

"Kita belum lihat dari sektor tenaga kerjanya itu (PHK) akan bertambah. Karena pelaku usahanya tidak bisa membayar gaji dari tenaga kerja itu sendiri dan sekarang tenaga kerjanya itu bagaimana nasibnya?," ucapnya.

Karena itu, kata dia, di masa sulit ini pemerintah harus berbagi beban dan tidak melimpahkan semuanya kepada pengusaha. Ia juga menyarankan agar pemerintah lebih masif melakukan tracing di pemukiman penduduk tidak hanya di sektor bisnis seperti perhotelan dan restoran.

"Tapi kan tidak pernah dilihat bagaimana keadaan di lingkungan padat penduduk seperti di pasar atau warung-warung di pinggir jalan. Penerapan protokol kesehatan di masyarakat. Bagaimana bisa tidak meningkat kalau di sananya tidak dikontrol," tuturnya.