JAKARTA - Hotel-hotel di provinsi DI Yogyakarta sedang di ambang kebangkrutan saat ini, bahkan sudah banyak yang gulung tikar karena tekanan pandemi COVID-19. Para pemilik sudah tidak kuat menanggung beban biaya operasional. Pemutusan hubungan kerja pun tak bisa terelakkan.
Ketua PHRI DI Yogyakarta Deddy Pranowo mengatakan pandemi COVID-19 yang telah terjadi berbulan-bulan sangat memukul industri perhotelan Tanah Air. Industri perhotelan di Jogja telah berjuang selama hampir 10 bulan untuk bertahan di tengah ketidakpastian COVID-19.
Namun, kata dia, hotel sudah tak mampu bertahan dan membayar gaji pegawai, tarif listrik, hingga BPJS. Sehingga, memilih untuk merumahkan karyawan hingga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Terpaksa PHK dan belum dapat pesangon gaji. Karena kondisi cash flow (arus kas perusahaan) nol. Data (terbaru) pasti belum tahu, tapi yang dirumahkan dan PHK kurang lebih 5.000 sampai 7.000 karyawan," tuturnya, kepada VOI, Kamis, 4 Februari.
Lebih lanjut, kata Deddy, sudah ada 50 hotel dan restoran yang resmi tutup permanen lantaran tak kuat menahan gempuran biaya operasional setiap bulan.
"Total 50 hotel dan resto yang tutup. Tapi kebanyakan hotel non bintang dan resto kecil.
Penyebabnya mereka sudah tidak kuat lagi dengan cash flow-nya karena argo (biaya operasional) tetap jalan sementara pemasukan dikit bahkan zonk," jelasnya.
Selain pandemi, kata Deddy, kebijakan pemerintah terutama mengenai perbedaan istilah PSBB dan PPKM turut mempengaruhi potensi wisatawan yang akan menginap di hotel.
Kebijakan dua periode PPKM ini membebani hotel dan restoran untuk beroperasi. Bahkan, Presiden Joko Widodo menilai PPKM tidak efektif dalam menurunkan kasus positif dan implementasinya tak konsisten.
Deddy merinci, pada saat PPKM di DI Yogyakarta periode pertama diberlakukan pemerintah setempat, 30 hotel dan restoran berhenti beroperasi alias tutup permanen. Kemudian, kebijakan ini diperpanjang lagi periode kedua, hotel dan restoran yang tutup bertambah 20. Sehingga total menjadi 50.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) di sepanjang tahun 2020 hanya 4,02 juta kunjungan. Namun, jika dibandingkan dengan kunjungan wisman pada tahun sebelumnya yakni 16,11 juta kunjungan, jumlah tersebut anjlok sebesar 75,03 persen year on year (yoy).
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, jumlah kunjungan wisman yang anjlok ini tak lepas dari mewabahnya pandemi COVID-19. Pandemi membawa dampak yang begitu buruk ke sektor pariwisata dan tentunya juga ke sektor pendukungnya.
"Jadi menurut kami nampaknya sektor pariwisata masih akan menghadapi tantangan berat selama pandemi belum terkontrol. Makanya kita akan rely on ke wisatawan domestik," katanya, dalam konferensi pers secara virtual, Senin, 1 Februari.
Menurut Suhariyanto, capaian jumlah kunjungan wisman pada tahun 2020 tersebut juga tak lepas dari jumlah kunjungan wisman di bulan Desember. Berdasarkan data BPS, jumlah kunjungan wisman pada bulan Desember sebesar 164.088 kunjungan.