PHRI Protes Dana Hibah Pariwisata dari Kementerian Sandiaga Lambat Cair, Pj Wali Kota Makassar Minta Maaf
Kawasan Pulau Kodingareng, Makassar (DOK. ANTARA)

Bagikan:

MAKASSAR - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memprotes terhambatnya dana hibah dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Dana ini tak kunjung dicairkan untuk hotel dan restoran di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Pj Wali Kota Makassar Rudy Djamaluddin meminta maaf terkait keterlambatan pencairan anggaran dana hibah untuk hotel dan restoran di Makassar.

Tercatat berdasarkan SK Menparekraf, KM/694/PL.07.02/M-K/2020 tentang Dana Hibah Pariwisata untuk pemulihan Ekonomi Nasional, Makassar mendapatkan dana hibah sebesar Rp48,8 miliar. Pengusaha hotel dan restoran memperoleh 70 persen dari dana tersebut. 

Namun dana hibah itu kemudian ditarik oleh Kemenparekraf, lantaran lambannya pemerintah Kota  Makassar mencairkan dana hibah tersebut. Padahal dana hibah seharusnya cair di tahun 2020.

"Namun kita tahu betul, di satu sisi di dalam eksekusi anggaran hibah ini ada mekanisme-mekanisme, saya sudah sampaikan, saya minta maaf sebagai pemerintah kota Makassar karena adanya kelambatan-kelambatan di dalam proses administrasi yang dilakukan oleh dinas terkait sehingga pencairan anggaran tidak bisa kami eksekusi sampai akhir tahun anggaran 2020," kata Pj Wali Kota Massar Ruddy Djamaluddin kepada wartawan seusai menerima perwakilan PHRI, Rabu, 3 Februari.

Dana hibah pariwisata ini ditujukan langsung kepada pengusaha hotel dan restoran yang terdampak pandemik COVID-19. Pelaksanaan dana hibah ini dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/MK07/2020 tanggal 30 April 2020 tentang Pengelolaan Dana Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka penanganan pandemik COVID-19 dan dampak akibat pandemi COVID-19.

Pihak pemerintah Kota Makassar, mengupayakan dengan cara mengirim surat Kemenparekraf untuk membantu pihak PHRI guna mendapatkan kebijakan baru dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI selaku regulasi yang memiliki kewenangan untuk menentukan atau membuat juknis-juknis terkait bagaimana memanfaatkan suatu anggaran hibah dari pusat.

"Nanti Insyaallah kalau pak Anggiat berkenan, saya ingin mengajak sama-sama ke sana kita saling support. Karena bagaimanapun ini dana hibah ini adalah sangat penting untuk membangunkan ekonomi Kota Makassar khususnya terkait dengan usaha-usaha perhotelan dan restoran," papar Prof Rudy.

"Apa yang dilakukan teman-teman PHRI tentu kita apresiasi bahwa sebenarnya di balik dari kegiatan teman-teman kumpul ini, di situlah sebenarnya tersirat keinginan besar untuk memperbaiki ekonomi di Kota Makassar. Tentu kita harus apresiasi," sambungnya.

Pj Wali Kota Makassar Prof Rudy Djamaluddin bertemu PHRI terkait dana hibah pariwisata Makassar

Sementara itu, Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel, Anggiat Sinaga mengapresiasi Pj Wali Kota Makassar Prof Rudy Djamaluddin.

"Antusias dari pak Pj menerima aspirasi daripada pihak PHRI. Satu hal yang kami suka dari beliau bahwa beliau akan segera membentuk tim kecil untuk memproses ini, untuk menyelesaikan persoalan ini," kata Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel, Anggiat Sinaga.

Pihak PHRI optimis masih mempunyai peluang untuk mendapatkan kembali dana hibah yang ditarik oleh pemerintah Pusat untuk Kota Makassar.

"Kami sangat menjadi sebuah nilai optimisme. Beliau sangat optimis tadi bahwa ini masih ada peluang, walaupun peluangnya sangat tipis tapi  masih ada peluang sejauh kita berusaha dan berdoa seperti harapan beliau. Mudah-mudahan ini dalam waktu dekat segera kita urus bersama agar ini lebih clear," ujarnya.

Sedangkan Ketua Komisi B Bidang Ekonomi dan Keuangan DPRD Kota Makassar, William Laurin mengatakan wajar saja jika PHRI melakukan aksi. Dari dewan sendiri juga menyangkan sikap pemerintah kota yang seakan menyepelekan dana hibah yang diberikan pemerintah pusat untuk Kota Makassar.

"Aksi yang dilakukan PHRI karena kekecewaan kami juga sangat menyangkan ketika ada dana hibah yang digelontarkan oleh pemerintah pusat yang tidak dimanfaatkan dengan baik ini menjadi suatu preseden yang buruk untuk Kota Makassar,  karena satu-satunya kota yang tidak bisa dicairkan karena tidak mengurusi administrasi dan sebagainya. Harapan kami jangan sampai berulang adapun juga langkah-langkah berikutnya kami akan tetap mensupport selama itu mengacu kepada perundang-undangan yang berlaku," papar William.