KLHK Setop Aktivitas Pabrik Pengolahan Biji Plastik di Tangerang yang Bikin Polusi Udara
Petugas Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK menyegel pabrik pengolahan biji plastik di Kota Tangerang, Provinsi Banten, Selasa (5/9/2023). (FOTO ANTARA/HO-Kementerian LHK)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menghentikan aktivitas pabrik pengolahan biji plastik di Kota Tangerang, Provinsi Banten, karena terbukti mencemari udara dengan asap berwarna hitam.

Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK Yazid Nurhuda mengatakan pihaknya kini mengumpulkan bukti-bukti dan melakukan pendalaman terkait dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh perusahaan beranda CV Inti Jaya Plastik tersebut.

"Jika ditemukan terdapat bukti adanya tindak pidana di bidang perlindungan pengelolaan lingkungan hidup, maka penanganan ditingkatkan ke tahap penyidikan terhadap pengolahan biji plastik," katanya dilansir ANTARA, Kamis, 7 September.

Ia menjelaskan CV Inti Jaya Plastik melakukan kegiatan pembuatan biji plastik dari cacahan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan, kata Yazid Nurhuda, perusahaan yang dimiliki oleh KK (50 tahun) itu tidak memiliki dokumen lingkungan dalam melakukan kegiatan pengolahan biji plastik. 

Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani, sekaligus Ketua Satgas Pengendalian Pencemaran Udara Jabodetabek, menegaskan keseriusan pemerintah dalam mengurangi polusi udara yang menyelimuti Jabodetabek. 

"Jika dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan pengawasan terbukti melanggar aturan, kami akan melakukan penindakan tegas baik berupa sanksi administrasi, gugatan terkait kerugian lingkungan hidup, dan penegakan hukum pidana," kata Rasio.

Berdasarkan Pasal 98 ayat 1 Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ancaman hukuman jika dengan sengaja melalukan perbuatan yang menyebabkan pencemaran udara adalah pidana paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Apabila kegiatan pencemaran udara itu mengakibatkan orang luka atau menimbulkan bahaya kesehatan, maka ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 12 tahun dan denda maksimal Rp12 miliar, demikian Rasio Ridho Sani.