Bagikan:

YOGYAKARTA - Penyusunan Daftar Pemilih yang masih terkendala akurasi, komprehensifitas serta kemutakhiran informasi ialah salah satu kasus utama yang kerap timbul dalam tiap penyelenggaraan Pemilihan Umum (PEMILU). Prinsip Akurat berarti kalau jumlah serta kelengkapan data pemilih wajib tepat serta akurat. 

Prinsip Komprehensif maksudnya seluruh masyarakat Negara Indonesia yang memenuhi syarat selaku pemilih harus diakomodasi hak pilihnya, serta prinsip canggih maksudnya proses pemutakhiran data pemilih wajib benar benar menggambarkan keadaan riil serta terbaru.

Akurasi data pemilih sangat berarti sebab memastikan tingkatan partisipasi politik yang jadi inti dari demokrasi. Akurasi Daftar Pemilih Senantiasa( DPT) kerapkali jadi permasalahan. Semacam halnya akurasi informasi pemilih pada Pemilu 2019 pernah jadi polemik, sehingga dikira tidak valid. Sangat banyak ditemui sebab identitas pemilih ganda pada DPT. Sementara itu ketidakakuratan informasi penduduk bisa menghilangkan peluang ataupun hak seleksi warga. Dengan kata lain permasalahan administratif bisa melenyapkan hak politik warga negara.

Selama ini perkara informasi kependudukan ialah salah satu pemicu tidak akurat serta validnya catatan pemilih, sebab sepatutnya mutu catatan pemilih yang diresmikan hendak jadi anasir untuk penyelenggara Pemilu yang berintegritas, imparsial serta akuntabel.

Pemilu Tahun 2024 telah lewat sebagian tahapan pemilu, serta Penetapan Daftar Pemilih Tetap( DPT) dijadwalkan pada bertepatan pada 20- 21 Juni 2023. Sebagian isu krusial yang muncul menjelang penetapan Daftar Pemilih Tetap( DPT) antara lain masih banyak pemilih yang TIdak Memenuhi Syarat( TMS) di Daftar Pemilih Sedangkan Hasil Revisi( DPSHP) Akhir yang masih terdapat dan tidak dihapus sebab tidak terdapatnya informasi autentik ataupun pendukung pemilih tersebut.

Siapa yang Tidak Memiliki Hak Pilih Dalam Pemilu

Tidak terdapatnya Informasi Autentik diartikan antara lain, surat Kematian dari Kelurahan ataupun Desa, KTA untuk anggota Tentara Nasional Indonesia(TNI)/ POLRI yang masih aktif serta pemilih dengan status berupa alamat RT 00 serta RW 00 yang tidak diketahui keberadaanya.

Walaupun dari jajaran Bawaslu di tingkatan yang sangat dasar ialah Panwas Kelurahan/ Desa (PKD) sudah memberikan tanggapan serta masukan terdapatnya penemuan nama nama yang telah Tidak Memenuhi Syarat( TMS) buat di hapus ataupun dicoret, KPU tidak dan merta menghapus informasi tersebut walaupun kondisi dilapangan riil sebab terkendala fakta informasi autentik tersebut. 

Perihal ini jadi tugas jajaran Bawaslu di tingkatan Kelurahan ialah PKD buat menemukan informasi autentik tersebut, selaku informasi dukung dalam membagikan asumsi serta masukan kepada PPS. Yang setelah itu pelaporan berjenjang ke tingkatan Kecamatan serta tingkatan berikutnya.

Salah satu isu krusial yang ditemui adalah mengenai Pemilih yang Tidak Memenuhi Syarat( TMS) namun masih terdaftar di Catatan Pemilih sebab meninggal. Walaupun jajaran PKD menemukan serta jadi masukan ataupun asumsi kepada PPS namun tidak terdapat informasi dukung yang otentik sehingga tidak ditindaklanjuti buat dicoret ataupun dihapus. 

Hambatan ataupun kasus yang ditemui PKD di lapangan buat memenuhi informasi dukung penemuan yang Tidak Memenuhi Syarat( TMS) adalah mengenai informasi autentik berbentuk surat kematian orang yang telah meninggal.

Sedikitnya pemahaman warga untuk membuat pesan Kematian jadi salah satu aspek Walaupun telah meninggal namun masih terdaftar selaku Pemilih, perihal ini diakibatkan sebab pihak keluarga tidak melapor ke kelurahan serta tidak memiliki surat kematian. Mayoritas dari mereka cuma sebatas melapor saja tidak diiringi informasi tertulis sebab menyangka tidak butuh terdapatnya surat Kematian.

Banyak warga yang berpikiran membuat pesan kematian membutuhkan ketentuan yang ribet serta sulit. Oleh sebab itu, buat tingkatkan atensi warga butuh terdapatnya kemudahan dalam mengurus surat administrasi kependudukan serta sosialisasi kepada warga buat membagikan edukasi pentingnya mengurus surat administrasi kependudukan tercantum salah satunya surat kematian baik dari lembaga terpaut ataupun pemerintah.

Sebagian isu krusial yang lain menjelang penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yakni:

  1. Masih munculnya pemilih TMS dengan jenis Ganda, baik pemilih ganda reguler dalam negara berbentuk 1 NIK dengan 2 nama, 1 nama alamat serta bertepatan pada lahir dengan 2 NIK. Ganda regular dalam negara dengan posisi khusus serta ganda dalam negara dengan luar negara.
  2. Ada potensi pemilih baru yang kehilangan hak pilihnya, antara lain ada anggota Tentara Nasional Indonesia(TNI)/ POLRI telah pensiun di Daftar Pemilih Sedangkan Hasil Revisi( DPSHP) tetapi tidak mempunyai pesan keputusan pemberhentian selaku anggota Tentara Nasional Indonesia(TNI)/ POLRI, ataupun bakal pensiun dalam rentang waktu sehabis penetapan DPT sampai pada hari Pemungutan Suara. Ada pemilih di Lembaga Pemasyarakatan( Lapas) Anak yang kemampuan bakal berumur 17 Tahun dalam rentang waktu sehabis penetapan DPT sampai pada hari pemungutan suara.
  3. Kemampuan bertambahnya pemilih baru secara signifikan yang berakibat pada kemampuan TPS dengan jumlah pemilih melebihi batasan maksimal pemilih dalam satu TPS.
  4. Ada Pemilih Non KTP el yang telah terdaftar namun belum perekaman KTP el
  5. Ada kerawanan penataan daftar pemilih di lokasi khusus.

Ini jadi tugas kita selaku pengawas Pemilu dalam mengawal Catatan Pemilih yang Tidak Memenuhi Syarat( TMS) namun masih terdaftar selaku Pemilih. 

Jajaran Bawaslu wajib bekerja keras dalam mengawasi proses Penataan Daftar Pemilih Tetap( DPT). Alasannya permasalahan DPT tersebut ialah polemik yang senantiasa berulang dalam penyelenggaraan Pemilu serta senantiasa jadi bahan buat menuding penyelenggara pemilu berbuat kecurangan. 

Jadi setelah mengetahui siapa yang tidak memiliki hak pilih dalam pemilu, simak berita menarik lainnya di VOI, saatnya merevolusi pemberitaan!