Masih Perlunya Kajian Terkait Tekan Konsumsi Gula Melalui Cukai Minuman Berpemanis
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengusulkan minuman berpemanis dalam kemasan dapat menjadi objek cukai. Tujuan untuk mengurangi penderita penyakit diabetes melitus di Indonesia yang semakin tahun terus bertambah dan menyerang penduduk dengan umur mulai 15 tahun.

Namun, jika tujuannya untuk mengurangi angka penderita penyakit diabetes lebih tepat jika pemerintah melakukan sosialisasi mengenai bahaya penyakit tersebut. Berkaca pada kebijakan sebelumnya yakni cukai rokok. Nyatanya, meski harga rokok naik namun tetap saja akan dibeli oleh masyarakat.

Wakil Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh mengatakan, masyakarat Indonesia mengonsumsi gula bukan hanya minuman-minuman yang berasal dari luar. Sebab, menurut dia, ketergantungan penggunaan gula sama dengan penggunan penyedap rasa bagi masyarakat Indonesia.

"Itu bagian dari kebudayaan kita. Teh itu tidak akan dikatakan manis jika tidak pakai gula. Apapun sama seperti itu. Ya itu mungkin salah satu jalan dengan menaikan pajak. Namun yang penting sebenarnya edukasi. Efeknya seperti apa, penyakitnya seperti apa. Seperti kita saja makan nasi putih tahu kan kandungan gulanya tinggi. Jadi yang penting edukasinya kepada masyarakat," ucapnya, ketika dihubungi VOI, di Jakarta, Senin, 24 Februari.

Nihayatul menilai, kebijakan cukai minuman berpemanis ini tidak akan terlalu berdampak untuk menekan angka penderita penyakit diabetes melitus. Sebab, penggunaan gula adalah budaya masyarakat Indonesia.

"Menurut saya enggak berpengaruh. Sekarang gini, berapa persen sih masyarakat kita yang mengonsumsi (minuman berpemanis) itu. Tapi kalau mau dinaikkan (pajak) ya naikkan saja. Tapi menurut saya tidak ada kaitannya yang signifikan dengan penurunan konsumsi gula masyarakat kita, karena itu persoalam budaya," jelasnya.

Meski begitu, menurut Nihayatul, jika dirasa perlu, DPR akan meminta pemerintah untuk mengkaji mengenai hal tersebut. Namun, tidak dalam waktu dekat.

"Kami lihat, kalau itu dirasa sangat penting, kami akan membuka diri. Kalau sekarang saya rasa tidak, karena banyak persoalan yang lebih mendesak BPJS belum selesai, terus abis itu omnibus law, dan juga obat-obat yang masuk," tuturnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39/2007 tentang Cukai, pengenaan cukai harus memenuhi sifat dan karakteristik. Seperti untuk membatasi konsumsi dari barang tersebut, mengawasi penyaluran dari barang yang bersangkutan. Atau barang konsumsi tersebut bisa merusak lingkungan hidup. Tapi bisa juga pengenaan cukai tersebut sebagai bentuk memenuhi rasa kebersamaan dan keadilan di masyarakat.

Indonesia bukan negara pertama yang mengenakan cukai pada minuman berpemanis. Pengenaan cukai untuk minuman berpemanis sesungguhnya sudah digencarkan di berbagai negara. Uni Emirat Arab misalnya menetapkan tarif cukai sebesar 50 persen dan mulai berlaku tahun ini. Sedangkan minuman soda, sudah diberlakukan sejak 2015 dengan besaran yang sama. Sementara di Thailand sudah duluan menerapkan kebijakan itu pada 2017 dengan kenaikan tarif cukai yang bertahap.

Sekadar informasi, Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa konsumsi minuman berpemanis dalam 20 tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan. Dalam jangka waktu tersebut konsumsi tumbuh dari 50 juta liter menjadi 780 juta liter.

Indonesia masuk dalam 10 negara besar dalam kasus diabetes terbanyak di dunia, berada dalam peringkat ke-6 hasil dari Kemenkes.