Bagikan:

JAKARTA - Filipina, Malaysia, Taiwan dan Vietnam kompak mengkritik peta yang dikeluarkan oleh China, menunjukkan klaim kedaulatan di Laut China Selatan yang dinilai tidak berdasar, kendati Beijing meminta itu harus dilihat secara rasional dan obyektif.

Tiongkok pada Hari Senin merilis peta garis terkenal berbentuk U yang menutupi sekitar 90 persen Laut Cina Selatan, yang menjadi sumber banyak perselisihan di salah satu jalur perairan yang paling diperebutkan di dunia, di mana lalu lintas perdagangan di kawasan tersebut mencapai lebih dari 3 triliun dolar AS setiap hari.

Filipina pada Hari Kamis meminta Tiongkok "untuk bertindak secara bertanggung jawab dan mematuhi kewajibannya" berdasarkan hukum internasional, serta keputusan arbitrase tahun 2016 yang menyatakan bahwa garis tersebut tidak memiliki dasar hukum.

Sementara Malaysia mengatakan telah mengajukan protes diplomatik atas peta tersebut.

Tiongkok mengatakan garis tersebut didasarkan pada peta bersejarahnya. Belum jelas apakah peta terbaru menunjukkan adanya klaim baru atas wilayah tersebut.

Garis berbentuk U di Tiongkok berputar sejauh 1.500 km (932 mil) di selatan Pulau Hainan dan memotong zona ekonomi eksklusif (ZEE) Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei dan Indonesia.

"Upaya terbaru untuk melegitimasi kedaulatan dan yurisdiksi Tiongkok atas wilayah dan zona maritim Filipina tidak memiliki dasar berdasarkan hukum internasional," kata Kementerian Luar Negeri Filipina, melansir Reuters 31 Agustus.

peta baru china
Peta baru China dengan 10 garis putus-putus di Laut China Selatan. (Twitter/@globaltimesnews)

Malaysia dalam sebuah pernyataan mengatakan peta baru tersebut tidak memiliki otoritas yang mengikat atas Malaysia, yang "juga memandang Laut Cina Selatan sebagai masalah yang kompleks dan sensitif".

Peta tersebut berbeda dengan versi lebih sempit yang diserahkan oleh Tiongkok ke PBB pada tahun 2009, mengenai Laut China Selatan yang mencakup apa yang disebut "sembilan garis putus-putus".

Peta terbaru memiliki wilayah geografis yang lebih luas dan memiliki garis dengan 10 garis putus-putus yang mencakup Taiwan yang diperintah secara demokratis, mirip dengan peta Tiongkok tahun 1948. Tiongkok juga menerbitkan peta dengan garis putus-putus ke-10 pada tahun 2013.

Ditanya tentang peta terbaru, juru bicara Kementerian Luar Negeri Taiwan Jeff Liu mengatakan, Taiwan "sama sekali bukan bagian dari Republik Rakyat Tiongkok".

"Tidak peduli bagaimana pemerintah Tiongkok memutarbalikkan posisinya terhadap kedaulatan Taiwan, hal itu tidak dapat mengubah fakta obyektif keberadaan negara kami," tegasnya dalam konferensi pers.

Ketika ditanya mengapa Tiongkok merilis peta terbaru dengan 10 garis dibandingkan dengan peta yang memiliki sembilan garis, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Wang Wenbin mengatakan, Beijing tidak ragu-ragu mengenai wilayahnya.

"Posisi Tiongkok terhadap masalah Laut Cina Selatan selalu jelas. Pihak berwenang Tiongkok secara rutin memperbarui dan merilis berbagai jenis peta standar setiap tahun," jelasnya dalam pengarahan rutin.

"Kami berharap pihak-pihak terkait dapat memandang hal ini secara obyektif dan rasional," lanjut Wang Wenbin.

Sebelumnya, India pada Hari Selasa mengatakan pihaknya telah mengajukan protes keras kepada Tiongkok atas peta baru yang mengklaim wilayah India, yang merupakan hal terbaru yang mengganggu hubungan sengit antara kedua negara raksasa Asia tersebut.

Pada Kamis malam, Kementerian Luar Negeri Vietnam mengatakan klaim Tiongkok berdasarkan peta tersebut tidak bernilai dan melanggar hukum Vietnam dan internasional.

"Vietnam dengan tegas menolak klaim apa pun di Laut Timur oleh Tiongkok yang didasarkan pada garis putus-putus," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Pham Thu Hang dalam sebuah pernyataan, mengacu pada Laut China Selatan.