SORONG - Kepolisian Resor Sorong, Papua Barat Daya, menetapkan pimpinan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah berinisial K di Kabupaten Sorong sebagai tersangka atas dugaan pencabulan dan persetubuhan terhadap sejumlah santriwati.
"Kami sudah tetapkan pimpinan pondok pesantren sebagai tersangka dan sudah kita lakukan penahanan di Mapolres Sorong," kata Kapolres Sorong AKBP Yohanes Agustiandaru dilansir ANTARA, Rabu, 30 Agustus.
Ia menjelaskan korban pertama pencabulan telah melapor ke Polres Sorong pada tanggal 28 Agustus 2023. Korban menceritakan kejadian persetubuhan dan pencabulan yang dialaminya sejak 2014 hingga 2019.
"Dari keterangannya, korban telah dicabuli dan disetubuhi pelaku beberapa kali sejak 2014 sampai 2019," jelas Yohanes.
Sehari kemudian (29 Agustus 2023), Polres Sorong menerima laporan atas kejadian yang sama dari santriwati lainnya yang menjadi korban.
"Untuk laporan kedua ini, ada yang korbannya hanya mengalami pencabulan dan ada yang melaporkan persetubuhan. Total ada tiga orang korban yang melapor," ujarnya.
Mengenai laporan tersebut, Polres Sorong melakukan serangkaian penyelidikan dan mencari alat bukti, termasuk melakukan visum terhadap korban dan memeriksa sejumlah saksi.
"Terkait tiga laporan tersebut, kami akan terus melakukan serangkaian giat penyidikan untuk membuat terang kasus ini," tambahnya.
Kapolres mengatakan alasan korban baru melapor ke polisi karena saat kejadian yang bersangkutan masih berstatus sebagai santri dan juga masih di bawah umur. Selain itu, ada ketakutan tersendiri ketika ingin melapor, tetapi pada satu sisi masih terikat dengan status santri di pesantren itu.
"Kemarin ada salah satu korban yang sempat dimarahi oleh terlapor sehingga korban akhirnya berani membuka diri dan menceritakan kejadian yang dialaminya kepada keluarga dan orang tua. Akhirnya pihak keluarga korban langsung melapor ke Polres Sorong," jelasnya.
BACA JUGA:
Saat ini aktivitas belajar-mengajar di Ponpes Salafiyah Syafi’Iyah masih tetap berjalan normal seperti biasanya.
"Kita tidak pasang police line di pondok pesantren tersebut, kita akan monitor terus di sana. Ini masih dilakukan pemeriksaan awal, nanti akan kita gali lebih dalam keterangan dari terlapor. Nanti kalau ada perkembangan akan kita sampaikan lagi," kata Kapolres.
Atas perbuatannya, tersangka K dijerat dengan Pasal 81 ayat 1 dan ayat 3 jo Pasal 76 D dan atau Pasal 82 ayat 1 jo Pasal 76 E Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.