Kemenkes Jadikan Data IHME Acuan Dampak Polusi Udara, Beban BPJS Bisa Lebih dari Rp10 Triliun
DOK ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Kesehatan menjadikan data The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) sebagai acuan analisa beban penyakit yang disebabkan oleh pengaruh polusi udara di Indonesia.

"Dalam diskusi rapat terbatas bersama Presiden, kami diminta beberapa masukan, karena (polusi udara) mirip dengan Pandemi COVID-19," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam agenda Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR dilansir ANTARA, Rabu, 30 Agustus.

Menurut Budi respons pemerintah terhadap polusi yang kini melanda Jabodetabek dan sekitarnya harus dilengkapi dengan surveilans serta data analisis agar publik percaya dengan integritas data dari pemerintah.

Budi mengatakan, IHME didirikan oleh mantan Asisten Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Prof. Dr. Christopher J.L. Murray.

"Kemarin saya datang ke kantornya di Seattle, AS, ini dulu pendirinya adalah salah satu Asisten Direktur Jenderal di WHO, dia bikin data ini bagus sekali, tapi karena terlalu bagus dan terlalu jujur, banyak membuat negara-negara tidak nyaman, sehingga dia mengundurkan diri dari WHO," katanya.

Christopher kemudian melanjutkan kiprahnya di University of Washington melalui pembiayaan dari Bill and Melinda Foundation.

Budi mengatakan data penelitiannya berhasil menjadi acuan data dunia untuk Burden of Deasese, yang memungkinkan setiap negara dapat mengukur beban penyakit yang timbul.

Dalam laporan terbaru IHME, kata Budi, data di Indonesia menunjukkan ada lima penyakit yang berpotensi disebabkan oleh penyakit pernapasan, yaitu tuberkulosis, penyakit paru-paru obstruksi kronis (PPOK), kanker paru, pneumonia, dan asma.

"Kelihatan, bahwa memang ini merupakan 15 besar dari penyakit yang ada di Indonesia," katanya.

Budi juga melaporkan enam besar penyakit pernapasan yang menjadi beban keuangan BPJS Kesehatan, yaitu pneumonia, tuberkolosis, ISPA, diikuti asma, PPOK, dan kanker paru-paru.

Melalui data tersebut, Kemenkes telah memisahkan daftar penyakit yang berpotensi disebabkan polusi udara, yakni pneumonia, ISPA, asma, dan PPOK yang mirip seperti pneumonia, tapi bersifat kronis.

"Kalau tuberkulosis kan disebabkan oleh bakteri tidak oleh polusi udara. Kanker paru disebabkan oleh genetika tidak oleh polusi udara," katanya.

Dari hasil analisa data, kata Budi, pengaruh terbanyak dari polusi udara terhadap kesehatan publik adalah pneumonia sebagai infeksi paru-paru dan ISPA sebagai infeksi saluran napas atas yang belum mencapai organ paru-paru.

"Total belanja BPJS Kesehatan untuk penyakit ini adalah Rp10 triliun di tahun lalu, jadi pasti kalau naik ya tahun 2023 pasti akan naik lagi, dari Rp10 trilliun," ujarnya.