KPK Soroti Anggaran Perjalanan Dinas Pemkab Garut ke Luar Negeri Capai Ratusan Juta
Kantor Bupati Garut, Jawa Barat (dok Pemlab Garut)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti anggaran perjalanan dinas luar negeri yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Garut, Jawa Barat pada 2023. Pengeluaran itu disebut mencapai ratusan juta rupiah tapi masuk dalam pagu belanja mengatasi kemiskinan ekstrem.

“Kita nemuin daerah nih kita sebut lah, Kabupaten Garut Rp784 juta untuk perjalanan dinas ke luar negeri,” kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam diskusi yang ditayangkan secara daring dikutip pada Selasa, 29 Agustus.

Pahala kemudian menyebut penggunaan anggaran itu tak tepat. Sebab, anggaran untuk bantuan sosial (bansos) individu di wilayah itu justru 0 atau tidak ada.

Sehingga, dia mempertanyakan korelasi atau hubungan antara perjalanan dinas ke luar negeri dengan pengentasan kemiskinan ekstrem di kampung.

“Urusannya apa ya, pak?” ungkap Pahala saat berkomunikasi dengan pihak pemerintah kabupaten.

Lebih lanjut, Pahala menunjukkan anggaran Belanja Kemiskinan Ekstem Kabupaten Garut senilai Rp799.305.947.474 atau Rp799,3 miliar. Jumlah itu sebenarnya wajar tapi janggal soal alokasinya.

Dari jumlah itu, terdapat anggaran belanja jasa dan honorarium Rp2.274.230.000 serta belanja alat kantor Rp1.741.471.533.

Berikutnya, ada juga anggaran perjalanan dinas Rp7.232.851.600 atau Rp7,2 miliar; belanja makan dan minum rapat Rp1.687.879.300; dan dinas luar negeri Rp784.305.000

Hal tersebut kemudian disayangkan Pahala karena bansos sebenarnya menjadi dasar pengentasan kemiskinan. Dia berharap seluruh pemerintah daerah ke depan bisa memanfaatkan Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD).

Dihubungi terpisah, Pahala bilang sistem ini dirasa bisa mencegah terjadinya penyimpangan. “Jadi keluhan presiden soal stunting Rp10 miliar ternyata yang buat (belanja, red) makan plus ada 27 ribu aplikasi sekarang bisa termonitor,” jelasnya.

Tapi, program ini belum bisa dijalankan secara maksimal. Penyebabnya, anggaran masih jadi kendala.

“Enggak ada dana dari Kemenkeu,” pungkas Pahala.