Bagikan:

JAKARTA - Negara-negara Afrika Barat yang tergabung dalam ECOWAS menolak usulan junta militer Niger untuk menunda pengadaan Pemilu hingga tiga tahun mendatang, mendesak pembebasan presiden yang ditahan dan pemulihan konstitusi tanpa penundaan, setelah kudeta bulan lalu.

Ini memperpanjang kebuntuan terkait situasi di Niger. Sebelumnya, ECOWAS dan kekuatan internasional lainnya telah mencari solusi diplomatik terhadap kudeta 26 Juli di Niger, kudeta ketujuh di Afrika Barat dan Tengah dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

Namun setelah beberapa upaya dialog ditolak, ECOWAS mengaktifkan kekuatan regional yang menurut para pemimpin militer siap dikerahkan jika perundingan gagal.

Ancaman mereka berlipat ganda pada Hari Jumat, satu hari sebelum junta akhirnya setuju untuk bertemu dengan delegasi ECOWAS di ibu kota Niamey, yang menunjukkan kesediaan baru untuk bekerja sama.

Dalam pidato nasional yang disiarkan televisi pada Sabtu malam, pemimpin junta Jenderal Abdourahamane Tiani mengatakan para pemimpin kudeta tetap terbuka untuk berdialog.

Namun, dia juga mengatakan junta akan berkonsultasi mengenai transisi kembali ke demokrasi dalam waktu tiga tahun, sejalan dengan jangka waktu panjang yang diusulkan oleh para pemimpin kudeta lainnya di wilayah tersebut.

Terpisah, Komisaris ECOWAS Abdel-Fatau Musah mengatakan pada Hari Senin, posisi blok regional tersebut tetap jelas.

"Bebaskan Bazoum tanpa prasyarat, pulihkan tatanan konstitusional tanpa penundaan lebih lanjut," katanya kepada Reuters, seperti dikutip 22 Agustus.

Itu dikatakannya melalui WhatsApp, sebagai tanggapan atas pertanyaan tentang penundaan pemilihan yang diusulkan, serta merujuk pada Presiden Niger Mohamed Bazoum yang digulingkan.

Hasil dari "diskusi informal yang sedang berlangsung" akan menentukan apakah ECOWAS akan mengirim misi mediasi lain ke Niger, tambahnya.

Reputasi ECOWAS dipertaruhkan sejak serangkaian kudeta baru-baru ini yang mengikis demokrasi di wilayah tersebut, sehingga meningkatkan keraguan atas pengaruhnya ketika para pemimpin junta masih memegang kekuasaan.

ECOWAS juga berselisih dengan pemerintah militer lainnya di wilayah itu, yang meminta beberapa tahun persiapan untuk mengadakan pemilihan.

Tahun lalu, ECOWAS menjatuhkan sanksi terhadap Mali, setelah pemerintah sementara gagal menyelenggarakan pemilu yang dijanjikan, mencabut sanksi tersebut setelah batas waktu baru tahun 2024 disepakati.

Burkina Faso juga setuju untuk memulihkan pemerintahan sipil tahun depan, sementara Guinea memperpendek jangka waktu transisinya menjadi 24 bulan pada minggu lalu, menyusul tekanan dari ECOWAS.