Soal Sebutan "Pak Lurah" Jokowi, Surya Paloh: Hanya Joke Saja
Ketum NasDem Surya Paloh dan Presiden Jokowi (Ist)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan respons soal pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kerap disebut "pak lurah" dalam penentuan pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024. Menurut Surya Paloh, sebutan tersebut hanya sebagai candaan.

"Ada perumpamaan semua harus atas persetujuan 'pak lurah', saya kira sebagai sebuah jokes saja, ada sense of humor bagus juga di negeri ini," ujar Surya Kamis kemarin.

Surya Paloh menilai positif pidato Jokowi pada Sidang Tahunan MPR 2023. Apalagi, kata Paloh, Jokowi menyinggung soal pentingnya peningkatan sumber daya manusia (SDM) dan bonus demografi.

"Itu luar biasa sebenarnya kalau bisa kita capai. Permasalahannya apakah kita menganggap pikiran dan harapan-harapan tadi, target-target tadi itu realistis? Atau memang itu hanya sekadar memacu motivasi kita," ungkap Surya Paloh.

Surya Paloh pun mendorong agar target tersebut harus dicapai dengan sumber daya yang ada. Dengan demikian, kata dia, target tersebut tidak sebatas hanya pada harapan.

"Kenapa? Menurut saya ketika pencapaian seperti itu bisa kita capai kita patut syukuri dan itu spektakuler," pungkas Surya Paloh.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo angkat bicara ketika dituding sebagai penentu pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024. Bahkan, tudingan tersebut menggunakan kode "pak lurah".

"Setiap ditanya soal siapa capres cawapres-nya. Jawabannya, 'Belum ada arahan pak lurah' Saya sempat mikir. Siapa pak lurah ini. Sedikit-sedikit kok pak lurah. Belakangan saya tahu yang dimaksud pak lurah itu ternyata saya," kata Jokowi mengawali pidato di Sidang Tahunan MPR serta Sidang Bersama DPR dan DPD Tahun 2023 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Rabu 16 Agustus.

"Ya saya jawab saja, saya bukan lurah. Saya presiden Republik Indonesia. Ternyata pak lurah itu kode," tutur Jokowi menambahkan.

Jokowi kemudian menegaskan bahwa bahwa konstitusi dan UU Pemilu sudah mengamanatkan bahwa pasangan capres-cawapres diusung oleh partai politik atau koalisi partai politik. Menurut dia, yang paling berhak menentukan pasangan capres-cawapres atau ketum atau pimpinan partai politik yang memenuhi syarat.

"Tapi perlu saya tegaskan, saya ini bukan ketua umum parpol, bukan juga ketua koalisi partai dan sesuai ketentuan Undang-Undang yang menentukan Capres dan Cawapres itu parpol dan koalisi parpol," kata Jokowi.

Presiden menambahkan dirinya tak memiliki wewenang untuk menentukan pasangan capres, cawapres. Hanya saja, dia mengakui bahwa dirinya kadang dijadikan "tameng" untuk seolah mendorong kandidat capres tertentu.

"Jadi saya mau bilang itu bukan wewenang saya, bukan wewenang pak lurah. Walaupun saya paham sudah nasib seorang Presiden untuk dijadikan 'paten-patenan', dijadikan alibi, dijadikan tameng," kata Jokowi.