Bagikan:

JAKARTA - Mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi kembali menyampaikan 5 komorbid bangsa yang sulit dihapuskan, sehingga negara kita tertinggal oleh negara-negara lain. Ke-5 komorbid itu adalah salah kaprah, salah asuh, salah lihat, salah tafsir dan salah tata kelola.

Laksamana menyampaikan hal itu dalam Talkshow OSKM ITB 2023 di Gedung Serba Guna Kampus ITB Jatinangor, Sumedang, Jabar, Kamis 17 Agustus.

Komorbid bangsa itu sudah dituliskan dalam bukunya berjudul "Pancasalah" yang pada saat itu diberikan kepada 5 ribu lebih mahasiswa bari ITB.

Menurut Laksamana Sukardi, di dunia ini negara-negara kaya, negara miskin, negara berpenghasilan menengah atau atas, tidak tergantung pada sumber daya alamnya, tapi kepada sumber daya manusianya. "Yang Jadi sumber kan manusia. Nah manusia itu ada yang berdaya dan tidak berdaya," katanya.

Laksamana Suakrdi menjadi pembicara di acara Talkshow OSKM ITB. (IST)
Laksamana Suakrdi menjadi pembicara di acara Talkshow OSKM ITB. (IST)

Tahun 2030, lanjutanya Indonesia akan masuk bonus demografi. Usia manusia produktif, yang berusia 16 - 64 tahun lebih banyak daripada yang berusia 65 tahun ke atas. Tapi kalau tidak produktif, itu akan jadi beban negara, bukan aset negara.

Lima Komorbid

Sekarang tingkat produktivitas bangsa Indonesia sangat rendah, hanya 0,5 dari skala 0 sampai 1. Sedangkan Korea, Taiwan dan Singapura, 0,8 ke atas. Apakah bangsa Indonesia bodoh? Tidak, banyak orang pintar di Indonesia. Tetapi ada 5 komorbid bangsa yang sulit dihapuskan, yang saya sering tulis 5 kesalahan atau Pancasalah.

Yang pertama adalah salah kaprah. Karena pemimpin yang feodal, otoriter, KKN, sehingga masyarakat terpecah dan terjadi perang ideologi. "Saya bukan tidak sepakat dengan ideologinya. Tetapi kalau ideologi tidak diterima oleh salah satu pihak atau lebih, akan terjadi perang. Seperti negara-negara gagal, Yaman, Syria dan lain-lain."

Yang kedua salah asuh. Orang-orang yang menjabat mengeksploitir jabatannya untuk mencari uang. Di partai politik juga begitu. Salah asuh ini membuat orang-orang yang cerdas tidak mendapat insentif dan berpikir secara kritis. Misalnya di ASN, siapa yang bisa menjilat, naik pangkat duluan. Diasuhnya seperti itu. "Jadi salah asuh ini membuat produktivitas bangsa kita sangat rendah," kata Laks begitu dia biasa disapa.

Yang ketiga salah lihat Penanganan hukum yang tidak transparan, calon-calon pemimpin yang dicitrakan sedemikian rupa oleh buzzer dan internet. Itu membuat masyarakat salah lihat dan salah pilih pemimpin mereka. "Akhirnya bukan negara ini semakin baik, tapi malah tercebur ke jurang," tandasnya.

Salah tafsir juga menjadi salah satu komorbid bangsa ini. "Kita masih ada istilah UUD (Ujung-ujungnya duit), "Markus" atau makelar kasus. Itu bararti hukum untuk orang-orang tertentu ditafsirkan berbeda. Nah selama ada salah tafsir semacam itu, investor juga tidak mau masuk."

Yang terakhir adalah salah tata kelola. Pada bangsa yang barbar, sangat sulit melakukan tata kelola. Padahal tata kelola yang baik akan menghilangkan peluang korupsi, dan kesalahan tata kelola membuat korupsi subur. Itu tidak boleh salah.

Kampus ITB dipilih karena Laksamana merupakan alumnus ITB. "Ini kan anak-anak muda generasi Z ya. Ada 5.000 lebih. Jadi saya harus memberikan semangat, masukan-masukan kepada mereka. Apalagi mereka mahasiwa ITB, universitas yang sangat prestisius. Tapi kan ketika mereka lulus, mereka akan masuk dalam kehidupan sosial yang sangat dinamis," tandas Laksamana Sukardi.