Bagikan:

JAKARTA - Dalam pidato penyampaian RUU APBN Tahun Anggaran 2024 dan Nota Keuangan pada Rapat Paripurna DPR RI di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Rabu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tujuh kuartal terakhir, sejak akhir 2021, secara konsisten berada di atas 5,0 persen.

Tingkat kemiskinan juga disebut menurun menjadi 9,36 persen pada Maret 2023, dari puncaknya pada masa pandemi pada September 2021 yang tercatat 10,19 persen.

Tingkat kemiskinan ekstrem juga turun dari 2,04 persen pada Maret 2022 menjadi 1,12 persen pada Maret 2023.

Jokowi memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan mencapai 5,2 persen dengan stabilitas ekonomi makro yang terus terjaga.

Dari sisi inflasi, presiden tetap mengoptimalkan peran APBN untuk memitigasi tekanan inflasi yang diakibatkan perubahan iklim maupun gejolak eksternal. Inflasi diprediksi akan tetap terjaga pada kisaran 2,8 persen

Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan memandang target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen dan target-target lainnya yang ingin dicapai pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024 sangat optimistis.

"Inflasi 2,8 persen pasti tercapai. Nilai tukar rupiah Rp15.000 per dolar AS pasti tercapai," kata Farhan saat ditemui ANTARA setelah Sidang Tahunan MPR RI, Sidang Bersama DPR-DPD RI, Sidang Paripurna DPR RI Tahun 2023 di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Rabu, 16 Agustus.

Namun, dia memandang perkiraan pemerintah terhadap harga minyak mentah Indonesia yang sekitar 80 dolar AS per barel kurang realistis karena fluktuasi harga minyak dunia dan perang produsen minyak masih terjadi, terutama yang berasal dari Timur Tengah dan Laut Utara.

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem itu juga menilai target lifting minyak yang diperkirakan mencapai 625 ribu barel per hari merupakan suatu keprihatinan.

"Ini artinya sudah hampir mendekati 50 persen lifting minyak sebelum kita menghadapi krisis moneter. Sebelum krisis moneter, (lifting minyak) kita sejuta lebih barel per hari, dan sekarang 625 ribu barel per hari itu mengkhawatirkan sekali," ujar dia dikutip dari ANTARA.