Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyarankan Bobby Nasution agar sabar menghadapi proses di dunia politik. Hal itu dikatakan Jokowi saat Bobby menceritakan keinginannya maju dalam  Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Medan 2020.

Selain itu, Bobby juga diminta untuk belajar mertuanya itu yang sudah lebih berpengalaman.

"Sarannya (Jokowi) tetap jadi diri sendiri saja. Kalau masuk ke dunia baru harus sabar harus belajar yang profesional di dunia barunya," tutur Bobby, saat ditemui di ruang Fraksi Gerindra, Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 21 Februari.

Bobby membantah, restu dari Jokowi adalah bentuk dinasti politik. Katanya, proses politik yang dia lalui adalah untuk kemajuan Medan, sebagai kota kelahirannya.

"Ya bukan dinasti lah. Kita ingin berbuat di suatu daerah kita, tempat lahir kita di situ. Ya saya rasa bukan dinasti," tuturnya.

Jokowi sempat membantah, berpolitiknya Gibran Rakabuming Raka (anak sulung) dan Bobby (menantu) adalah upaya dirinya membangun dinasti politik. Jokowi menerangkan, mereka seluruh mengikuti proses pencalonan di partai tanpa keistimewaan, meski mereka memilih partai yang sama dengan Jokowi.

Pengamat Politik dari Lembaga Survei Median Rico Marbun mengatakan, sekeras apapun Jokowi, Gibran dan Bobby membantah mengenai tuduhan dinasti politik, hal itu tak berarti. 

Rico menjelaskan, dinasti politik sebenarnya ada dua perspektif yakni definisi dan rasa sosial. Ketika bicara definsi, semua yang terjadi ini adalah dinasti politik. Sebab, dinasti politik ini bukan barang baru, di dalam sebuah negara demokrasi itu juga ada.

Sementara, lanjut Rico, jika melihat dari perspektif rasa sosial, dinasti politik menjadi berbeda tergantung konteksnya. Rico mencontohkan, dinasti politik yang rasa sosial jelek, terjadi di Filipina. Di mana keluarga dari penguasa seperti mematok wilayah kekuasaannya sendiri-sendiri.

"Iya dong. Ini (Jokowi dan anak mantunya) pasti dinasti politik. Tetapi dinasti politik bermakna postif atau negatif," ucap Rico.

Menurut Rico, ketika Jokowi dan keluarganya dapat membuktikannya kerja hal itu akan menjadi positif. Apalagi, bila pemilihan itu terjadi secara netral, baik penyelenggaranya dan aparatnya. Dengan faktor ini, menurut Rico, pandangan buruk soal dinasti politik akan hilang.

"Kalau perangkat pemerintahan bisa digunakan untuk menyokong salah satu kandidat yang berasal dari keluarga penguasa, baru lah dinasti politik itu memiliki rasa sosial yang negatif," tuturnya.

Secara aturan, lanjut Rico, tidak ada larangan keluarga pejabat negara untuk maju dalam kontestasi pilkada. Meski begitu, baginya, secara etika politik dianggap tidak pantas.

"Secara etika biasanya seperti di Amerika itu tidak ada dua (orang dalam) keluarga yang sama, maju di dalam satu waktu yang sama. Contohnya kalau bapaknya presiden, biasanya anaknya enggak nyalon sebagai gubenur, bupati, wali kota. Etikanya seperti itu. Bukan ada aturan yang melarang, tetapi itu etika," kayanya.