Bagikan:

JAKARTA - Sekjen PBB Antonio Guterres ingin penggunaan kekuatan oleh polisi multinasional dan penggunaan aset-aset militer diperlukan untuk memulihkan hukum dan ketertiban di Haiti, sekaligus melucuti geng-geng, menurut sebuah laporan kepada Dewan Keamanan PBB.

Haiti tahun lalu meminta bantuan internasional untuk memerangi geng-geng kekerasan yang sebagian besar telah menguasai ibukota Port-au-Prince.

Pada Bulan Oktober tahun lalu, Sekjen Guterres menyarankan agar negara-negara mengirimkan 'pasukan gerak cepat' untuk mendukung polisi Haiti.

Sementara, DK PBB bulan lalu mendorong negara-negara untuk memberikan dukungan keamanan, meminta Sekjen PBB untuk melaporkan dalam waktu 30 hari mengenai berbagai pilihan PBB, termasuk dukungan untuk pasukan multinasional non-PBB atau kemungkinan operasi penjaga perdamaian.

Laporan Guterres diedarkan kepada dewan yang beranggotakan 15 negara pada Hari Selasa. Di dalamnya dijelaskan dua opsi potensial PBB, yakni memberikan dukungan logistik kepada pasukan multinasional dan polisi Haiti, serta memperkuat misi politik PBB yang sudah ada di Haiti.

"Konteks Haiti saat ini tidak kondusif untuk pemeliharaan perdamaian," tulis Sekjen Guterres, seraya menambahkan hukum dan ketertiban harus dipulihkan, gerombolan-gerombolan bersenjata dilucuti, instalasi-instalasi strategis dan jalan-jalan raya diamankan, serta kehadiran negara kembali untuk menyediakan layanan-layanan dasar," ujarnya dalam laporan yang dilihat Reuters, seperti dilansir 16 Agustus.

"Tidak ada yang lebih baik daripada penggunaan kekuatan yang kuat, dilengkapi dengan serangkaian tindakan non-kekerasan, oleh pasukan polisi multinasional khusus yang mumpuni dan didukung oleh aset militer, yang dikoordinasikan dengan polisi nasional, yang dapat mencapai tujuan ini," urainya.

"Ibu kota dikelilingi oleh geng dan secara efektif terputus melalui jalan darat dari bagian utara, selatan dan timur negara itu," ujar Guterres menggambarkan kekerasan serangan kelompok geng.

Terpisah Human Rights Watch pada Hari Senin mengatakan, bantuan keamanan internasional harus mencakup perlindungan untuk mencegah pelanggaran.

Dalam laporannya, Guterres mengatakan setiap operasi yang ditargetkan terhadap gerombolan juga harus melindungi masyarakat, serta menghormati hak asasi manusia dan proses hukum.

Jauh sebelumnya, pasukan penjaga perdamaian PBB dikerahkan ke Haiti pada tahun 2004, setelah pemberontakan yang menyebabkan penggulingan dan pengasingan Presiden Jean-Bertrand Aristide. Pasukan tersebut meninggalkan Haiti pada tahun 2017 dan digantikan oleh polisi PBB yang angkat kaki dua tahun kemudian.

Sekjen PBB Antonio Guterres kembali mengimbau negara-negara untuk "bertindak sekarang" guna berkontribusi dalam pengerahan pasukan multinasional non-PBB dan agar Dewan Keamanan mendukung langkah tersebut.

Amerika Serikat telah mengatakan bahwa mereka siap untuk mengajukan rancangan resolusi Dewan Keamanan untuk mendukung pengerahan pasukan tersebut.

Sedangkan Kenya mengatakan bulan lalu bahwa mereka siap untuk mempertimbangkan memimpin pasukan internasional dan berjanji untuk mengirim 1.000 petugas polisi.

Selain itu, Sekjen Guterres mengatakan Jamaika juga telah memperbarui janjinya untuk berkontribusi pada pasukan, serta menyambut baik pengumuman yang dibuat oleh Antigua dan Barbuda untuk mempertimbangkan berkontribusi.

Diketahui, berbagai negara telah mewaspadai dukungan terhadap Pemerintahan Perdana Menteri Ariel Henry yang tidak terpilih, yang mengatakan bahwa pemilihan umum yang adil tidak dapat diselenggarakan dengan kondisi ketidakamanan saat ini. Haiti tidak memiliki wakil rakyat yang terpilih sejak Januari.