Bagikan:

JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubenrur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut implementasi kebijakan hybrid working untuk menekan polusi udara yang diakibatkan dari kendaraan bermotor kepada ASN di lingkungan Pemprov DKI Jakarta dimulai bulan September mendatang.

Heru menuturkan, saat inj pihaknya telah menyusun mekanisme pelaksanaan ASN untuk bekerja dari rumah atau work from home (WFH) secara bergantian dengan ASN yang bekerja di kantor tersebut.

Hal ini disampaikan Heru usai rapat terbatas peningkatan kualitas udara kaeasan Jabodetabek yang dipimpin Presiden Joko Widodo.

"Hybrid working jadi kayak work from home begitu. Ini sebentar lagi sedang dihitung berapa persentasenya setiap OPD (organisasi perangkat dearah). Mudah-mudahan September ini saya bisa langsung jalankan," kata Heru di Istana Kepresidenan, Senin, 14 Agustus.

Demi upaya penekanan kualitas udara yang lebih baik, di mana 40 persen polusi disumbang dari kendaraan bermotor, Heru berharap kementerian dan lembaga lainnya yang berkantor di Jakarta juga ikut melaksanakan hybrid working.

Begitu juga dengan sektor swasta. Heru mengaku pemerintah tidak bisa mewajibkan perusahaan swasta untuk ikut menerapkan WFH saat ini. Karenanya, Heru berharap pihak swasta juga ikut menjalankan kebijakan yang bakal diterapkan tersebut.

"Untuk swasta, saya tidak bisa menetapkan (peraturan), tapi mengimbau. Sebagian katanya sudah ada yang jalan sebagian karena bentuk usaha yang enggak bisa, ya silakan kembali ke mereka," urai Heru.

Presiden Joko Widodo mengatakan perlu mendorong sistem kerja hibrida untuk mengurangi polusi udara di Jabodetabek yang dalam sepekan terakhir masuk kategori sangat buruk.

"Jika diperlukan, kita harus berani mendorong banyak kantor melaksanakan hybrid working, work from office, work from home mungkin. Saya tidak tahu nanti dari kesepakatan di rapat terbatas ini, apakah (jam kerja) 7-5, 2-5, atau angka yang lain," kata Jokowi saat memulai rapat terbatas.

Jokowi mengatakan kualitas udara di Jabodetabek selama sepekan terakhir sangat buruk. Menurut Jokowi, kemarau panjang hingga penggunaan sumber energi dari batu bara menjadi faktor penyebab buruknya kualitas udara di Jabodetabek.

"Kemarau panjang selama tiga bulan terakhir yang menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan tinggi serta pembuangan emisi dari transportasi dan juga aktivitas industri di Jabodetabek, terutama yang menggunakan batu bara di sektor industri manufaktur," ujarnya.

Dalam jangka pendek, dia pun memerintahkan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) terkait untuk melakukan intervensi agar kualitas udara di Jabodetabek lebih baik.

Intervensi tersebut, tambah Jokowi, seperti rekayasa cuaca untuk memancing hujan di kawasan Jabodetabek dan menerapkan regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi khususnya di wilayah Jabodetabek.