Bagikan:

JAKARTA - Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengaku pemerintah tidak bisa membatasi pembelian kendaraan bermotor masyarakat untuk menekan polusi udara.

Sebagaimana diketahui, penyumbang polusi udara terbesar di Ibu Kota adalah asap BBM kendaraan bermotor. Syafrin berujar, kebijakan pembatasan atau pengurangan kendaraan bermotor tak bisa dilakukan karena tak memiliki dasar hukumnya.

"Apakah akan ada upaya pengurangan kendaraan bermotor roda dua atau roda empat? Kami sampaikan bahwa regulasi kita tidak mengatur demikian," kata Syafrin kepada wartawan, Senin, 14 Agustus.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pemerintah hanya bisa membatasi operasional kendaraan bermotor pada titik-titik tertentu.

"Oleh sebab itu, Jakarta saat ini sudah ada yang namanya ganjil genap pada 25 ruas jalan dan larangan truk pada waktu-waktu tertentu di beberapa ruas jalan di Jakarta, apakah itu di jalan tol dalam kota maupun di jalan arteri," ujar Syafrin.

Hal lainnya, Pemprov DKI Jakarta kini telah menerapkan disinsentif tarif parkir kendaraan yang belum atau tidak lulus uji emisi pada sejumlah lokasi kantong parkir.

Di antaranya adalah IRTI Monas, Pasar Mayestik, Samsat Jakarta Barat, Blok M Square, Park and Ride Terminal Kalideres, Ruko Intercon Taman Kebon Jeruk, Gedung Istana Pasar Baru, Park and Ride Lebak Bulus, Parkir Taman Menteng, Taman Ismail Marzuki, dan Park and Ride Terminal Kampung Rambutan.

"Jadi, lebih kepada pengaturan terhadap operasional, tidak kepada pembatasan produksi ataupun kepemilikannya," ungkap dia.

Jakarta kerap menjadi salah satu kota besar dengan polutan paling tinggi di dunia. Berdasarkan hasil kajian tahun 2020, sektor kegiatan yang menyebabkan pencemaran udara Jakarta adalah kendaraan bermotor yang berkontribusi 44 persen.

Kemudian, 31 persen polusi disumbang dari industri, 14 persen dari perumahan, 10 persen dari industri energi manufaktur, dan 1 persen kegiatan komersial.

Sementara, sumber emisi bahan bakar yang digunakan di Jakarta adalah batu bara 0,42 persen, minyak 49 persen, dan gas 51 persen.

Terpisah, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro menuturkan, sulfur dioksida berada pada posisi pertama dari semua emisi dan sumber polusi udara di Jakarta dengan angka mencapai 61,96 persen dari total 4.254 ton.

Emisi sulfur dioksida tersebut dihasilkan oleh pembangkit listrik dari industri manufaktur.

"Kalau polusi lainnya nitrogen oksida (NOx) dan karbon monoksida (CO), PM10, PM2,5, karbon hitam, senyawa organik volatil non-metana (NMVOC) itu sebagian besar disebabkan oleh kendaraan bermotor," ujar dia.