JAKARTA - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) resmi beroperasi pada 1 Februari 2021 sebagai bank hasil penggabungan dari tiga bank syariah BUMN, yakni PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BNI Syariah, dan PT Bank BRIsyariah Tbk.
Bank Mandiri menjadi pengendali dengan porsi 51,2 persen. Diikuti dengan BNI 25 persen, dan BRI sebanyak 17,4 persen. Adapun, investor publik menguasai 4,4 persen dan DPLK BRI-Saham Syariah sebanyak 2 persen.
Merger ini bertujuan untuk mengoptimalkan potensi keuangan dan ekonomi syariah Indonesia yang besar. Dalam pembentukannya, BSI memiliki visi untuk menjadi salah satu dari 10 bank syariah terbesar di dunia dari sisi kapitalisasi pasar dalam 5 tahun ke depan.
Saat ini, lembaga jasa keuangan dengan kode emiten BRIS tersebut menyandang sebagai bank syariah terbesar di Indonesia.
Untuk diketahui, hingga Desember 2020, BSI memiliki total aset mencapai sekitar Rp240 triliun, modal inti lebih dari Rp22,60 triliun, total dana pihak ketiga (DPK) Sebesar Rp210 triliun. Kemudian, disebutkan juga bahwa pembiayaan perseroan telah menyentuh angka Rp157 triliun.
Dari sisi penghimpunan laba, cuan BSI secara konsolidasi diklaim menyentuh Rp2,19 triliun per Desember 2020.
BACA JUGA:
Dengan kinerja finansial tersebut, Bank Syariah Indonesia masuk dalam daftar 10 besar bank terbesar di Indonesia dari sisi aset, atau tepatnya pada ranking ketujuh.
Lalu untuk sisi jaringan, BSI didukung oleh lebih dari 1.241 kantor cabang, sekitar 2.447 jaringan ATM, serta beranggotakan lebih dari 20.000 karyawan yang tersebar di seluruh Nusantara.
“Seluruh aset dan kekuatan ini akan dioptimalkan oleh Bank Syariah Indonesia untuk memberikan layanan dan produk finansial syariah yang lengkap dalam satu atap untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan nasabah dari berbagai segmen, mulai dari UMKM, ritel, komersial, wholesale, dan korporasi baik dalam maupun luar negeri,” sebut BSI dalam rilis resminya sesaat setelah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Senin, 1 Februari.